Elektabilitas calon kepala daerah yang didukung PDI-P di Jakarta dan Jawa Tengah berangsur-angsur naik. Bahkan mulai menyalip pasangan calon dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Di Jakarta, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur dari PDI-P, yakni Pramono Anung-Rano Karno unggul tipis dari Ridwan Kamil-Suswono, setidaknya dari hasil survei beberapa lembaga.
Survei Litbang Kompas yang digelar pada 20-25 Oktober 2024 misalnya, mencatat elektabilitas 38,3% untuk Pramono-Rano. Sedangkan Ridwan-Suswono ada di angka 34,6%.
Sementara di Jawa Tengah, berdasarkan survei Litbang Kompas yang diadakan pada 15-20 Oktober 2024, mencatat pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Andika Perkasa-Hendrar Prihadi atau Hendi yang diusung PDI-P meraih elektabilitas 28,8%. Sedangkan pasangan yang diusung KIM Plus, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen punya elektabilitas 28,1%. Namun masih ada 43,1% yang tidak tahu maupun belum menentukan pilihan alias undecided voters.
Menurut analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, pada kasus Pilgub Jakarta, koalisi besar yang mendukung Ridwan-Suswono sudah mulai tampak setengah hati. Partai politik pendukung, yang merupakan motor utama, seperti Partai Golkar, Partai Gerindra, dan PKS, sudah tidak serius memenangkan Ridwan-Suswono.
“Koalisi besar parpol pendukung, jika kurang efektif, justru bisa menjadi beban. Ini yang terlihat di Pilkada Jakarta. Pasangan RK-Suswono tidak cukup terbantu oleh KIM. Semua parpol pengusung sibuk dengan agendanya sendiri,” kata Zaki kepada Alinea.id, Selasa (5/11).
“Golkar dan Gerindra tampak setengah hati, tidak serius dalam pemenangan RK-Suswono. PKS juga sama, mungkin lebih fokus ke Pilgub Jabar yang mengusung ketua umumnya. Jadi, partai pengusung yang kurang solid ini tampak sebagai penyebab utama pergerakan RK-Suswono stagnan.”
Di sisi lain, pada kasus Pilgub Jawa Tengah, menurut Zaki, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang turun langsung ke lapangan cukup mengerek elektabilitas Andika-Hendi. Zaki mengatakan, bagi PDI-P pertarungan di Pilgub Jawa Tengah adalah elektabilitas pertarungan harga diri.
“Tampaknya keterlibatan langsung Mega telah meningkatkan kepercayaan diri kader PDI-P Jateng. Jateng adalah basis terpenting partai banteng ini,” ujar Zaki.
Pengaruh Megawati yang sangat nyata, cukup mengkhawatirkan bagi pasangan Luthfi-Taj. Karenanya, mereka bergegas bertemu Joko Widodo alias Jokowi, sebagai bentuk mencari endorsement politik.
“Bagaimanapun Jokowi masih punya power di Jateng. Ke depannya tampak akan semakin kompetitif, bisa saling menyalip,” kata Zaki.
Terpisah, peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa melihat, pasangan Pramono-Rano berhasil meningkatkan elektabilitas karena terdongkrak popularitas Rano alias Bang Doel yang “maraton keliling” ruang publik secara langsung dan media sosial.
“Di sisi lain, RK-Suswono ini, saya kurang melihat ada peningkatan sosialisasi atau pengenalan. Terutama dari Suswono. Sejauh ini lebih dominan RK. Pak Suswono sendiri, kemarin itu bahkan sempat agak tersandung dengan pernyataannya soal janda,” tutur Ardha, Selasa (5/11).
Senada dengan Zaki, Ardha pun melihat partai politik pendukung Ridwan-Suswono tidak serius memenangkan Pilgub Jakarta. Sebab, PKS, Partai Golkar, dan Partai Gerindra sudah tampak sibuk masing-masing di internal dan daerah lain. Partai Gerindra lebih fokus pada Pilgub Jawa Barat, sedangkan Partai Golkar masih disibukkan dengan posisi di kabinet.
“Sejauh ini, saya hanya melihat mungkin yang bergerak mesinnya relatif hanya PKS. Walaupun ada friksi internal di PKS pasca tidak dicalonkannya Anies (Baswedan). Kemudian, sebenarnya di internal PKS juga ada ketidakpuasan ketika langsung bergabung dengan KIM, yang mana sebelumnya PKS mendukung Anies,” ujar Ardha.
Menyoal Pilgub Jawa Tengah, Ardha menilai, pertarungannya menjadi pertaruhan harga diri bagi Megawati dan PDI-P. Oleh karena itu, konsolidasi PDI-P difokuskan pada Pilgub Jawa Tengah.
“Jadi konsolidasinya lebih kuat karena kita juga sama-sama tahu di Jateng ketika pilpres, kandang PDI-P ini kebobolan,” tutur Ardha. “Mungkin ini bentuk memperbaiki kekuatan dari PDI-P.”
Lebih lanjut, Ardha mengatakan, kenaikan elektabilitas Andika-Hendi akan membuat pertarungan di Jawa Tengah semakin sengit. Sebab, pasangan Luthfi-Taj sudah terlihat cemas, sampai-sampai harus menemui Jokowi.
“Mungkin konsolidasi (PDI-P) dilakukan cukup baik, sehingga tingkat pengenalannya cukup tajam. Elektabilitasnya (Andika-Hendi) kemudian naik dan menyalip (Luthfi-Taj), walau masih rentang margin of error,” kata Ardha.