close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kapolri menilai, meningkatnya eskalasi genosida Israel di Gaza berpotensi menyuburkan terorisme. Benarkah demikian? Alinea.id/Oky Diaz
icon caption
Kapolri menilai, meningkatnya eskalasi genosida Israel di Gaza berpotensi menyuburkan terorisme. Benarkah demikian? Alinea.id/Oky Diaz
Nasional
Kamis, 02 November 2023 15:18

Benarkah genosida Israel di Gaza menyuburkan terorisme?

Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap 59 terduga teroris selama Oktober 2023.
swipe

Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap 59 terduga teroris di sejumlah daerah pada Oktober 2023. Sebanyak 40 orang lainnya, yang berasal dari jaringan Jamaah Anshor Daulah (JAD) pro ISIS, diduga melakukan serangkaian rencana teror guna menggagalkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Sementara itu, 19 terduga teroris lainnya adalah anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang belum dilakukan penegakan hukum. Mereka dibekuk rentang 2-23 Oktober.

Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menilai, meningkatnya eskalasi penjajahan dan genosida oleh Israel kepada rakyat Palestina di Gaza beberapa pekan terakhir turut berpotensi membangkitan gerakan teroris di Tanah Air.

"Dampak dari perang Israel-Palestina tentunya juga membangkitkan sel-sel yang terafiliasi dengan teroris," ucapnya di sela-sela Apel Kasatwil di Jakarta, Rabu (1/11). "Mau tidak mau kita tentunya harus waspada."

Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya, membenarkan pernyataan Kapolri tersebut. Namun, menurutnya, itu masih spekulatif dan potensinya tidak signifikan.

"Nah, ekspresi kemarahan yang mengarah kepada tindakan emosional kekerasan bahkan ke arah aksi terorisme itu bisa saja muncul dari oknum umat Islam. Tapi, sejauh ini, potensi itu spekulatif dan kecil," tuturnya kepada Alinea.id, Kamis (2/11).

Ia menambahkan, tidak ada ciri-ciri pasti kebangkitan kelompok terorisme imbas kejahatan kemanusiaan oleh Israel di Gaza. Namun, aparat harus tetap pekan terhadap variabel pemicu guna meminimalisasi munculnya gerakan ekstremisme.

"Jika ada faktor-faktor pemicu, maka di situ peluang muncul aksi-aksi ekstrim yang oleh aparat dilabeli terorisme," jelasnya.

Lebih jauh, Harits menerangkan, munculnya riak-riak dari kelompok Islam yang menentang penjajahan dan genosida di Palestina karena melek politik atau memahami situasi yang terjadi. Pun demikian dari muslim di Indonesia.

Kendati demikian, respons publik terbelah: ada yang antipati dan empati. Namun, adanya gelombang aksi mengecam brutalitas Israel masih berjalan kondusif. Mereka pun menunjukkan ekspresi keberpihakannya dengan cara-cara damai, seperti penggalangan dana, audiensi, hingga diplomasi.

Ia melanjutkan, berbagai cara itu mengemuka agar pemerintah turut berkontribusi nyata dalam menyelesaikan konflik di Gaza tersebut. Karenanya, negara disarankan mendengar aspirasi publik.

Polisi pun diminta tetap menyisir potensi munculnya gerakan terorisme. "Agar NKRI tetap kondusif," sarannya.

RI dukung Palestina
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan sikapnya tentang posisi Indonesia dalam isu ini. Ia menyampaikan, RI marah terhadap memburuknya situasi di Gaza dan mendorong gencatan senjata sesegera mungkin.

"Posisi Indonesia sangat jelas dan tegas, mengutuk keras serangan acak terhadap masyarakat sipil dan fasilitas sipil di Gaza," katanya, Senin (30/10).

Secara pararel, Jokowi memastikan Indonesia akan mengirimkan bantuan untuk rakyat Palestina. "Kloter pertama akan dikirimkan minggu ini."

Selain itu, Indonesia juga mendorong PBB segera mengambil aksi nyata. Bahkan, Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, "menyemprot" bisunya Dewan Keamanan (DK) PBB dalam sesi debat terbuka di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (24/10) waktu setempat.

"Bagaimana DK akan melakukan tanggung jawabnya? Kapan DK akan menghentikan perang di Gaza, mewujudkan gencatan senjata, membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan, menyerukan pembebasan warga sipil, dan menghentikan pendudukan ilegal oleh Israel?" tanyanya.

"Diam di tengah desingan peluru dan ledakan roket yang memekakkan telinga sangat mengerikan. Dukungan mutlak terhadap salah satu pihak (Israel, red) telah memicu penggunaan kekerasan yang tidak proporsional, pelanggaran hukum humaniter internasional, dan impunitas. Menjadi kewajiban kolektif kita untuk mengakhiri siklus kekerasan sebelum tereskalasi menjadi bencana kawasan dan global," imbuh Retno.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan