Jamaah Islamiyah (JI), kelompok militan yang pernah berafiliasi ke Al-Qaeda, mengumumkan pembubaran diri. Diabadikan dalam sebuah video, pembubaran organisasi teroris itu dideklarasikan belasan pentolan JI di Bogor, Jawa Barat, Minggu (30/6).
Ada sejumlah poin yang diutarakan JI dalam pembubaran tersebut. Di antara lainnya, JI menyatakan siap terlibat aktif mengisi kemerdekaan, menjamin kurikulum ajar bebas dari paham radikal, dan siap mengikuti peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Hal-hal yang berkaitan dengan kesepakatan di atas akan dibicarakan dengan negara, yaitu Densus 88 Anti Teror Mabes Polri," kata salah satu pentolan JI sebagaimana terekam dalam video berdurasi 3 menit 10 detik yang beredar di dunia maya.
Deklarasi pembubaran dihadiri eks amir JI Para Wijayanto, Abu Rusdan, Abu Mahmuda, Bambang Sukirno, Abu Fatih, Ustaz Zarkasih, Ustaz Sholahuddin, Ustaz Bahrudin Soleh, Ustaz Sartono Gunadi, Ustaz Abu Dujana, Ustaz Fadri Fathurrahman, Teungku Azhar, Ustaz Imtihan, Ustaz Hamad, Ustaz Mustaqim, dan Ustaz Fahim.
Pengamat terorisme Rakyan Adibrata menganggap wajar jika JI akhirnya membubarkan diri. Saat jadi pemimpin organisasi itu, Para Wijayanto merombak struktur JI. Salah satunya ialah membubarkan sistem wakalah atau perwakilan JI di luar negeri.
JI juga mengalami tekanan keras dari aparat penegak hukum. Sejak 2018, tokoh-tokoh kunci dan kader JI terus diburu Densus 88. Penangkapan masif terhadap para anggota serta penyitaan aset JI oleh negara membuat organisasi itu kian terpuruk.
“Sehingga dalam rangka untuk menghentikan penangkapan terhadap anggota Jemaah Islamiyah, mereka memutuskan untuk membubarkan organisasi,” ujar Rakyan kepada Alinea.id di Jakarta, Sabtu (6/7).
Rakyan memprediksi deklarasi pembubaran JI tak akan diikuti semua anggota. Tidak tertutup kemungkinan muncul kelompok sempalan JI yang jauh lebih ekstrem dan radikal.
Ia mendasarkan argumennya pada kasus serangan teror di kantor polisi di Ulu Tiram, Johor, Malaysia, pertengahan Mei lalu. Dalam peristiwa itu, dua polisi tewas. Sebanyak 7 anggota JI ditangkap.
Aksi teror di Ulu Tiram, kata Rakyan, mengindikasikan masih banyak anggota JI yang berpaham radikal. “Apalagi, mereka masih menyebut diri mereka sebagai wakalah 2 untuk Malaysia,” tuturnya.
Tak kalah penting, Rakyan mengingatkan agar aparat penegak hukum mengawasi lembaga-lembaga pendidikan yang terafiliasi dengan JI. Pemerintah harus memastikan JI sudah sejalan dengan prinsip-prinsip Islam wasathiyah.
“Hal ini (pembinaan JI) dapat dilakukan dengan bekerja sama atau melibatkan ormas-ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama,” jelas Rakyan.
Di lain sisi, penegakan hukum harus tetap berjalan walaupun organisasinya sudah bubar. JI sudah ditetapkan sebagai organisasi teroris sejak 2008.
"Putusan tersebut masih berlaku secara efektif. Maka, sekalipun mereka menyatakan pembubaran organisasi, tidak serta-merta membatalkan tindak pidana," kata Rakyan.
Didirikan sejak 1993, JI merupakan dalang sejumlah aksi teroris besar di Indonesia. Salah satunya ialah aksi bom Bali pada 12 Oktober 2002. Sebanyak 202 orang, kebanyakan turis asing, tewas dalam peristiwa tersebut.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) periode 2011-2014, Ansyaad Mbay menilai pembubaran JI patut diapresiasi. Itu menunjukkan kinerja positif Densus 88 dalam penanganan terorisme secara persuasif.
“Densus 88 melakukan pendekatan budaya sehingga membuat mereka para menjadi sadar bahwa cara yang mereka tempuh selama ini adalah jalan yang salah,” kata Ansyaad kepada Alinea.id.