Nama Kapolri Tito Karnavian berulang kali disebut dalam skandal buku merah yang diungkap IndonesiaLeaks baru-baru ini. Lepas dari kebenaran isu tersebut, nama eks Kapolda Metro Jaya itu memang acap kali disinggung dalam berbagai kasus.
Direktur Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mencatat dalam rilis resminya, sudah lima kali nama Tito disebut, untuk pelbagai kepentingan. Kasus pertama terjadi pada 2016, dalam kasus rekening gendut Labora Sitorus. Labora terlibat dalam kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM), ilegal logging, dan tindak pidana pencucian uang yang mencuat pada Februari 2013.
Masalahnya, pada Agustus di tahun yang sama, Labora mengaku cuan hasil bisnis tersebut juga mengalir ke atasan, termasuk pejabat di Markas Besar Kepolisian. Bekas Kepala Kepolisian Resor Raja Ampat Taufik Irfan Awaluddin, disebut Labora, pernah meminta uang Rp600 juta. Sebanyak Rp500 juta konon diserahkan pada Tito, sisanya buat Taufik sendiri.
Namun, Tito dengan tegas membantah tudingan itu. Menurut Tito, aliran dana tersebut memang betul dikirim ke rekening Kapolda Papua pada 29 Januari 2012. Sementara, ia sendiri dalam surat telegram Polri baru menjabat sebagai Kapolda Papua pada 3 September 2012.
Kasus kedua yang melibatkan nama Tito terjadi pada Oktober 2017. Perempuan Semarang Titin Hendriko mengaku sebagai keponakan Tito, lalu menipu sejumlah orang yang hendak masuk polisi. Keuntungannya tak main-main. Ia bisa meraup Rp1,5 miliar dari modus menembak di atas kuda ini. Pelaku ditangkap polisi di Jateng. Tito sendiri mengonfirmasi tak kenal dengan Titin.
Kasus ketiga, senada dengan aksi yang dilakukan Titin. Seorang pria bernama Rahmat mengaku sebagai Sespri Kapolri Tito Karnavian. Bermodal selembar foto dengan Tito saat tengah mengikuti fit and proper test, Rahmat menipu pengusaha hingga Rp1 miliar. Rahmat diciduk polisi tak lama kemudian.
Keempat, beberapa hari lalu Habel Yahya ditangkap polisi. Sebab, ia bersama Febri mengaku mengantongi izinTito untuk memegang konsesi besi bekas atau besi tua di PT Freeport, Papua. Berdasarkan surat keputusan palsu ini, Habel dan Febri berhasil menipu enam pengusaha besi tua di Surabaya, hingga mendulang puluhan miliar rupiah.
Kelima, nama Tito disebut sebut IndonesiaLeaks telah menerima aliran dana dalam kasus suap impor daging sapi yang melibatkan terpidana Basuki Hariman. Belakangan Ketua KPK Agus Raharjo membantah adanya aliran dana tersebut. Tito sendiri juga kukuh tak pernah menerima aliran dana apapun.
Namun, dalam salinan catatan di buku merah yang diterima IndonesiaLeaks tertera, Tito menerima uang secara bertahap dari Basuki. Buku merah yang jadi perbincangan sendiri sebetulnya adalah catatan tangan pengeluaran uang Basuki, yang ditengarai salah satunya dikirim ke petinggi polisi, Tito Karnavian.
Yang aneh, buku merah ini tak pernah disebut dalam persidangan yang kemudian menjerat Basuki ke pidana penjara tujuh tahun. Aliran dana ke Tito tak pernah diusut.
Di sisi lain, pembelaan terhadap Tito justru berdatangan. Ketua SETARA Hendardi lewat keterangan tertulisnya menilai, model kerja IndonesiaLeaks ditujukan untuk memicu perdebatan di tengah masyarakat. Buntutnya, ini justru rentan dimanipulasi siapa pun guna menghancurkan kredibilitas dan integritas seseorang, termasuk Tito.
"IndoLeaks (IndonesiaLeaks. Red) bukanlah produk jurnalistik dan bukan produk kerja dari lembaga penegak hukum yang layak dipercaya," kata Hendardi, Kamis (11/10).
Senada, Neta dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/10) mengungkapkan, IndonesiaLeaks hanya menyebarkan hoaks yang memicu kegaduhan politik.
"Semua kasus pencatutan nama Kapolri Tito Karnavian ini berhasil dibongkar dan diciduk polisi pelakunya, kecuali kasus hoaks yang diduga dilakukan IndonesiaLeaks soal aliran dana daging. Untuk itu IPW mendesak Polda Metro Jaya segera mengusut kasus ini dan menangkap pelakunya," ujar Neta.
Entah sampai kapan bola liar ini menggelinding. Yang pasti, AJI lewat sikap resminya, Minggu (14/10) menantang semua orang yang menuduh IndonesiaLeaks menebar hoaks, membuktikan ucapannya dengan data tandingan.