Pemerintah tengah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020. Ini sebagai salah satu upaya untuk melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); konsumen; dan niaga elektronik (e-commerce).
"Ada 3 pesan Presiden Joko Widodo [tentang] yang harus dilindungi: adalah UMKM, konsumen dan e-commerce. Jadi, itu prinsip yang kita atur," ucap Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM, Hanung Harimba Rachman, Sabtu (16/9).
Hanung melanjutkan, Permendag 50/2020 direvisi lantaran terjadi perubahan pola belanja konsumen dari e-commerce ke niaga sosial (social commerce), contohnya TikTok Shop. Akibatnya, penjualan UMKM melambat.
Social commerce belakangan cenderung dilirik lantaran harga jual yang ditawarkan murah. Hal ini bakal berpotensi menimbulkan praktik menjual barang di bawah harga modal (predatory pricing).
Perizinan dan perpajakan menjadi salah satu materi revisi Permendag 50/2020. Nantinnya. penjualan produk melalui e-commerce dan platform digital (social commerce) harus melalui izin dan pengenaan pajak yang sama.
Kemudian, platform digital luar negeri dilarang menjual produk yang berasal dari afiliasi bisnisnya. Alasannya, teknologi algoritma yang dimiliki akan dapat menarik konsumen lebih banyak untuk membeli barang/jasa yang ditawarkan afiliasi bisnisnya.
Kemudian, penetapan harga batas minimum US$100 untuk barang impor. Tujuannya, mencegah masuknya produk-produk harga murah yang mengancam keberlangsungan UMKM dalam negeri.