close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua KPU Hasyim Asyari bersalaman dengan Presiden Joko Widodo. /Foto dok. Setkab RI
icon caption
Ketua KPU Hasyim Asyari bersalaman dengan Presiden Joko Widodo. /Foto dok. Setkab RI
Politik
Minggu, 14 Juli 2024 12:08

Setelah Hasyim, mungkinkah petinggi KPU lainnya dipecat?

Secara kelembagaan, kinerja KPU dianggap buruk selama Pemilu 2024.
swipe

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD mengusulkan agar semua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) diberhentikan dari jabatannya. Menurut dia, semua petinggi KPU tak becus menjalankan tugas sebagaimana Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP)

Usulan itu diungkap Mahfud dalam sebuah utas di akun media sosial X pribadinya @mohmahfudmd. "Pasca putusan DKPP memecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari kita terus terkaget-kaget dengan berita selanjutnya," tulis Mahfud. 

Hasyim Asy'ari dipecat DKPP karena terjerat kasus tindak asusila terhadap seorang perempuan berinisial CAT. Pada Pemilu 2024, CAT ialah salah satu panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang bertugas di Den Haag, Belanda. Hasyim kedapatan meniduri CAT.

Tak hanya soal aktivitas asusila, menurut Mahfud, kinerja Hasyim dan kawan-kawan juga tergolong buruk selama menyelenggarakan pemilu. Ia juga menyinggung gaya hidup mewah para komisioner KPU. 

"Setiap komisioner KPU sekarang memakai 3 mobil dinas mewah ada juga penyewaan jet untuk alasan dinas yang berlebihan. Juga fasilitas lain jika ke daerah yang (maaf) asusila," ucap Mahfud. 

Mahfud berpendapat semua komisioner KPU yang tersisa perlu diganti jelang Pilkada Serentak 2024. "Secara umum, KPU ini tak layak menjadi penyelenggara pilkada yang sangat penting bagi masa depan Indonesia," ujarnya. 

Anggota KPU yang tersisa saat ini ialah Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Setelah Hasyim dipecat, Afifuddin diangkat jadi pelaksana tugas Ketua KPU. 

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan Sadikin menilai kritik Mahfud harus ditanggapi serius oleh komisioner KPU yang tersisa. KPU mesti memperbaiki etika dan independensi lembaga tersebut. 

Secara kelembagaan, menurut Usep, KPU banyak punya dosa. Ia mencontohkan keputusan KPU yang membolehkan eks napi kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan DPR serta pembiaran terhadap parpol-parpol yang mengabaikan regulasi keterwakilan perempuan hingga 30% dalam daftar calon yang diusung di Pileg 2024. 

"Ini klimaks dari bobroknya kualitas seleksi anggota KPU oleh DPR pada 2021 lalu. Dampaknya kualitas keanggotaan KPU di tingkat pusat itu pasti akan buruk karena dimulai dari seleksi yang buruk, tidak transparan, dan akuntabel," ucap Usep kepada Alinea.id, Kamis (12/7).

Usep juga mengkritik sosok Afifudin yang kini menggantikan Hasyim. Berbasis kinerjanya selama ini, menurut Usep Afifudin sulit diharapkan untuk bisa memperbaiki citra KPU yang tercoreng di mata publik. Ia lebih sepakat jika perempuan yang jadi Ketua KPU. 

"Kalau dicermati kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual itu bukan hanya dilakukan oleh Ketua KPU saja. Tetapi, laporannya juga (terjadi) di teman-teman KPU di tingkat kabupaten dan kota," jelas Usep. 

Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan tak mungkin memberhentikan seluruh komisioner KPU secara formal jika basisnya putusan DKPP. Pasalnya, DKPP memutus perkara yang hanya melibatkan Hasyim.

"Sementara yang diputuskan DKPP itu sangat personal, bukan kasus yang berkaitan dengan keputusan kolektif-kolegial KPU," kata Kaka kepada Alinea.id, Jumat(12/7).

Namun demikian, Kaka menilai kritik Mahfud harus disikapi secara serius. Tak hanya oleh komisioner KPU, namun juga oleh pemerintah dan dan lembaga yudisial. Menurut dia, KPU jadi tidak independen karena ada satu kondisi yang dirancang pihak eksekutif dan yudikatif. 

Ia mencontohkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/puu-xxi/2023 yang memberikan karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju di Pilpres 2024. Putusan itu diduga hasil "pemufakatan jahat" antara penguasa dan pengadil di MK. 

"Kritik Mahfud, saya rasa, semestinya disikapi bukan hanya oleh KPU, tetapi juga oleh Bawaslu, DKPP, pengadilan tata usaha negara (PTUN), Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan juga pemerintah untuk menjaga independensi mengenai penyelanggaraan Pilkada Serentak 2024," ujarnya. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan