Babak baru Pilgub Jatim: Parpol "NU" vs koalisi Khofifah
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar terus bermanuver untuk menggalang dukungan bagi calon yang akan diusung PKB di Pilgub Jawa Timur 2024. PKB setidaknya saat ini telah mengantongi dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), parpol yang sama-sama punya basis massa dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) di Jatim.
Kesepakatan untuk menjalin kerja sama politik di Pilgub Jatim 2024 tercapai dalam pertemuan antara elite PKB dan PPP di kantor DPP PKB di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Senin (29/4). Muhaimin dan pelaksana tugas Ketum PPP Mardiono hadir dalam pertemuan itu.
"Hampir sepakat. Pokoknya kami harus mengusung seseorang (di Pilgub Jatim). Siapa dia? Ini masih rahasia. Nanti kalau bocor, ketahuan Khofifah, bahaya,” kata Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin, kepada wartawan usai pertemuan tertutup itu.
Berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI), PKB meraih 4.517.228 suara pada Pileg 2024 untuk tingkat DPRD Jatim. Jika dikonversi, PKB mengantongi 20,4% suara provinsi dan mendapat 27 kursi DPRD Jatim. Artinya, PKB bisa mencalonkan sendiri kandidat gubernur.
PDI-P bercokol di posisi kedua setelah memperoleh 3.735.865 suara atau setara 21 kursi DPRD Jatim. Gerindra mengekor dengan raupan 3.589.052 kursi. Berbasis model konversi suara Sainte Lague, Gerindra juga meraih 21 kursi di DPRD Jatim. Sisa kursi terbagi ke Golkar (15), Demokrat (11), NasDem (10), Partai Amanat Nasional (5), Partai Keadilan Sejahtera (5), PPP (4), dan Partai Solidaritas Indonesia (1).
Sebelum koalisi PKB-PPP terbentuk, Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat telah sepakat kembali mencalonkan Khofifah di Pilgub Jatim. Saat menyodorkan tiket maju, Demokrat menawarkan paket Khofifah-Emil Dardak. Emil ialah kader Demokrat yang juga berstatus sebagai Wakil Gubernur Jatim. Ia mendampingi Khofifah sejak 2018.
PDI-Perjuangan juga dilaporkan akan merapat ke koalisi Khofifah. Belum lama ini, Ketua DPP PDI-P Jatim Said Abdullah mengatakan sedang merayu Khofifah untuk mengambil pendamping dari kader PDI-P. Jika PDI-P resmi bergabung, koalisi parpol pengusung Khofifah bakal dominan dengan mengantongi 73 kursi di DPRD Jatim.
Hingga kini, NasDem, PKS, dan PSI belum menyampaikan sikap resmi terkait Pilgub Jatim. Namun, pada Pilgub Jatim 2018, NasDem termasuk salah satu parpol pengusung pasangan Khofifah-Emil. Adapun PKS dilaporkan tengah menjajaki kerja sama politik dengan PKB untuk pilkada serentak, termasuk di Pilgub Jatim.
Meskipun Jatim merupakan kantong suara NU, analis politik dari Universitas Trunojoyo Iskandar Dzulkarnain menilai bakal sulit bagi PKB dan PPP menekuk Khofifah di Pilgub Jatim 2024. Kedua parpol itu perlu meracik strategi yang jitu dan mengusung kandidat yang punya elektabilitas tinggi.
"Tetapi, pemilihan atau politik bukan kalkulator yang bisa dihitung secara matematis. Segala kemungkinan masih sangat terbuka. PKB-PPP dengan basis massa yang kuat di Jawa Timur dengan ditambah ketokohan kiai-kiai sepuh dan pemilihan figur yang kuat akan sangat menggoyang peta matematis pemilihan gubernur di Jawa Timur," ucap Iskandar kepada Alinea.id, Selasa (3/4).
PKB, menurut Iskandar, bisa saja menurunkan langsung Cak Imin sebagai kandidat. Namun, koalisi parpol pengusung Cak Imin butuh menggaet PDI-P sebagai parpol dengan raihan suara terbanyak kedua. Dengan begitu, Cak Imin dan pasangannya bisa mengimbangi kekuatan politik koalisi Khofifah.
"Artinya, itu kalau PDI-P tidak mengusung calon sendiri dan mau berkoalisi dengan PKB-PPP. Kalau PDI-P mengusung cagub, maka maukah PKB menjadi cawagub dan sebaliknya... Khofifah-Emil bisa kita asumsikan yang mewakili santri-priyayi dan jika PKB-PDI-P berkoalisi maka, mereka mewakili santri-abangan," ucap Iskandar.
Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro sepakat koalisi PKB dan PPP belum mampu menyaingi kekuatan parpol pengusung Khofifah. Kedua parpol itu wajib segera mencari kandidat yang punya elektabilitas tinggi untuk menyaingi Khofifah.
"Tugas besar dari teman- teman PPP dan PKB dan koalisi partai lain itu bagaimana mencari figur yang pas untuk melawan Khofifah. Harus segera karena untuk meningkatkan elektabilitas calon butuh waktu yang tidak sebentar," ucap Agung kepada Alinea.id, Rabu (1/5).
Menurut Agung, PKB dan PPP perlu memasangkan calon dari latar belakang NU dan nasionalis. Jika tak punya kandidat, PKB, misalnya, bisa mengusung calon dari PDI-P, semisal Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
"Karena kalau duetnya berpasangan nasionalis sama nasionalis akan susah. Begitu juga NU sama NU, akan sulit," ucap Agung.
Agung juga melihat PDI-P saat ini tengah gamang menghadapi Pilgub Jatim. Sebagai parpol besar di Jatim, PDI-P kebingungan antara membuat poros koalisi sendiri atau bergabung dengan koalisi yang sudah ada.
"PDI-P punya kader bagus seperti Tri Rismaharini. Jadi, secara visi-misi, rekam jejak, dan magnet figur, dia (PDI-P) sudah cukup mumpuni. Mubazir kalau memang dia (calon PDI-P) memang tidak dimajukan," ucap Agung.
Analis politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo menilai koalisi PKB dan PPP bisa menggembosi basis-basis suara Khofifah di kalangan Nahdliyin. Apalagi, kedua parpol itu punya banyak kiai yang bisa "dimobilisasi" di Jatim untuk mendongkrak simpati publik terhadap pasangan yang mereka usung.
Pilgub Jatim, lanjut Kunto, bakal kian seru jika PDI-P juga mengusung kader sendiri untuk maju, semisal Risma yang saat ini menjabat sebagai Mensos dan pernah jadi Wali Kota Surabaya. Sayangnya, PDI-P belum berani menurunkan lawan tanding untuk Khofifah.
"Tetapi, tampaknya PDI-P menghitung Bu Khofifah sangat kuat dan susah untuk dikalahkan. Tetapi, menurut saya, kuncinya ada di basis massa NU tadi untuk di Jawa Timur," ucap Kunto.