Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mengingatkan Gerakan Non-Blok (GNB) agar menggunakan pengaruhnya untuk membantu mewujudkan kemerdekaan bangsa Palestina. Apalagi, bangsa Palestina tengah menderita karena perang antara Israel-Hamas yang tak kunjung usai.
Retno mengatakan, GNB bisa memanfaatkan pengaruhnya untuk mendukung perjuangan tersebut. Terlebih, resolusi Majelis Umum PBB Nomor ES-10/24 menuntut Israel mengakhiri keberadaannya yang tidak sah di wilayah Palestina yang didudukinya.
“Pengakuan (kedaulatan) mengobarkan harapan kepada rakyat Palestina, merupakan langkah krusial menuju tercapainya solusi dua negara,” kata Retno dalam pernyataan tertulis yang diterima Alinea.id, Jumat (27/9).
Pemerhati Timur Tengah, Sabpri Piliang mengapresiasi langkah Retno mengonsolidasi kekuatan politik negara-negara GNB untuk menekan Israel. Setelah era Perang Dingin, daya tawar GNB terus melemah.
Relevansi GNB pun kerap dipertanyakan lantaran Uni Soviet runtuh pada 1990. Sebelum kebangkitan China, Amerika Serikat jadi satu-satunya negara adi daya.
“Sebenarnya (GNB) tidak sia-sia juga. Tetapi, tidak ada ketakutan dari negara yang diimbau, tidak ada lagi kekhawatiran dia. Kalau dulu, jelas mereka (GNB) ditakutilah,” kata Sabpri kepada Alinea.id, Minggu (29/9).
GNB, kata Sabpri, kini seolah telah kehilangan taji. Pertemuan-pertemuan reguler para anggota GNB kerap tak memunculkan rekomendasi yang kuat dan signifikan mengubah peta geopolitik dunia. Padahal, GNB pada era Dasasila Bandung cukup disegani.
“Tetapi. sebagai satu entitas yang gemilang di masa lalu, ngomong (di forum internasiona) seharusnya tetap didengarlah. Tetapi, tidak ada lagi kekhawatiran, ya. Apalagi dari Israel,” ujarnya.
Pakar hubungan internasional Universitas Budi Luhur (UBL), Yusran melihat, Indonesia memiliki pengaruh signifkan untuk mengajak negara-negara GNB untuk berdiri bersama komunitas internasional lainnya dalam memberikan dukungan bagi Palestina.
Yusran meyakini mayoritas negara-negara GNB akan ikut dalam ajakan tersebut karena memiliki niat yang sama dengan Indonesia, yakni menghentikan perang di Gaza dan mewujudkan solusi dua negara di Palestina.
“Saya pikir kita bisa melihat dari banyak sumber bahwa hampir seluruh negara non blok juga memiliki niat yang sama dengan Indonesia bagaimana persoalan ini diselesikan dengan mandat PBB yaitu hidup berdampingan dengan Israel,” ucapnya kepada Alinea.id, Minggu (29/9).
Palestina saat ini berstatus sebagai negara pengamat (observer) di PBB.
Hingga Oktober 2023, dari 193 anggota PBB, baru 138 negara yang mengakui kedaulatan Palestina, termasuk di antaranya Indonesia dan mayoritas negara anggota GNB.
Rekomendasi untuk menjadikan Palestina sebagai anggota tetap PBB harus lewat keputusan Dewan Keamanan PBB. Persoalnya, Amerika Serikat sebagai sekutu Israel kemungkinan bakal mengganjal upaya menjadikan Palestina sebagai anggota PBB.
Mewujudkan kemerdekaan Palestina, kata Yusran, bakal jadi ujian untuk mengukur sejauh mana GNB masih relevan. Apalagi, negara anggota GNB pernah bernasib seperti Palestina, yakni terjajah pada era kolonialisme.
“Sulit kalau kita melihat kalau negara non blok menolak karena sejarahnya gerakan ini lahir dari sejarah sama yang bagian kolonialisme masa lalu dan bagaimana pun juga spirit menghapuskan penjajahan di muka bumi ini semakin membuat mereka sulit menolak,” jelasnya.