Survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) memperkirakan, 2023 sebagai tahun yang berat dan gelap karena dihantui tekanan dan potensi ancaman multidimensi yang tidak mudah, entah dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun luar negeri.
Direktur Eksekutif LPI Boni Hargens mengatakan, kondisi gelap dan penuh tekanan di 2023 dipengaruhi oleh potensi krisis ekonomi dunia, sebagai efek lanjutan perang Rusia-Ukraina, instabilitas pasar keuangan, dan meroketnya inflasi dunia, hingga resiko stagflasi. Sementara, ancaman instabilitas nasional seperti radikalisme, terorisme, dan separatisme Papua, merupakan spektrum ancaman yang kasat mata.
"Dan ini berkorelasi dengan persoalan stabilitas nasional dalam hal ini potensi kekerasan horizontal yang dianggap meningkat oleh responden terutama antara pendukung capres dan juga kelompok ideologis," kata Boni dalam paparan survei di Hotel Aryaduta, Semanggi, Jakarta, Jumat (23/12).
"Nah ini agak serius problemnya. Lalu separatisme Papua juga dinilai akan terus meningkat di 2023, saat yang sama juga resersi ekonomi global itu juga akan menjadi beban berat dan ancaman bagi ketahanan ekonomi kita," imbuhnya.
Semua bentuk ancaman ini diprediksi akan hadir pada saat yang bersamaan. Para pembantu presiden, ditantang untuk memiliki pemikiran yang strategis, kepemimpinan yang efektif, dan kebijakan yang tepat.
Dari keragaman persoalan itu, lanjut Boni, LPI berupaya untuk memotret dimensi ancaman nasional dari pandangan kelas menengah intelektual. Segmen sosial ini diambil sebagai determinan karena dinilai memiliki kemampuan membaca situasi secara lebih rasional dan obyektif.
LPI merumuskan potensi ancaman yang akan dihadapi dan berdampak pada situasi kebangsaan dan kenegaraan. Rumusan ancaman itu dijabarkan melalui empat indikator antara lain stabilitas nasional dan ancaman resesi ekonomi; politik identitas, kekerasan horizontal dan separatisme Papua; dan Terorisme dan Ancaman Ideologi.
Pertama, indikator stabilitas dan ancaman resesi ekonomi. Mayoritas responden meyakini pada 2023 gelombang resesi ekonomi berpotensi berdampak pada ketahanan ekonomi nasional. Sementara indikator stabilitas nasional, responden menilai pada 2023 berpotensi memburuk sebesar 37.52% dan tertinggi dari empat kategori penilaian itu.
Kedua, dari indikator politik identitas, responden yang meyakini potensi itu akan mengemuka sejalan dengan tahun politik 2023 dengan penilaian sebesar 37%. Sedangkan penyebab politisasi agama pada 2023, setidaknya dipicu oleh dua faktor, yaitu ideologi dan politik. Untuk faktor ideologi 31.8% dan tertinggi kedua adalah politik dengan 28,33%.
Ketiga, dimensi ancaman kekerasan horisontal dan separatisme Papua. Penilaian terbesar dari responden yang meyakini akan ada potensi kekerasan antar pendukung partai pada 2023 sebesar 36,75%.
Terhadap pertanyaan potensi kekerasan antarpendukung capres/cawapres pada 2023, penilaian tertinggi responden yang meyakini potensi itu akan muncul sebesar 31.50%. Responden juga meyakini bahwa separatis Papua masih tetap eksis pada 2023. Mereka yang yakin itu tetap akan muncul sebesar 27.90%.
Keempat, klaster ancaman terorisme dan ideologi. Mayoritas responden meyakini dua ancaman itu berpotensi masih tetap ada. Bahkan, responden yang meyakini bahwa akan ada ancaman teroris jelang pergantian 2022 sebesar 34%. Sementara responden yang meyakini bahwa penyebaran ideologi radikal berbasis agama akan meningkat signifikan pada politik 2023 dan menjelang 2024 sebesar 28%.
"Dan jawaban terbesar responden adalah sangat yakin potensi radikalisme agama terkait dengan kandidasi pencapresan dengan prosentase 29,3%," katanya.
Survei LPI digelar pada 5-16 Desember 2022 dengan metode survei melalui Google Form, surel, WhatsApp, Zoom dan wawancara tatap muka.
Populasi dalam survei ini adalah para dosen/ pakar, peneliti, anggota LSM/ NGO, Aktivis/ Seniman. Teknik sampling yang digunakan pada riset ini adalah cluster sampling. Dalam teknik cluster sampling ini, analisis dilakukan pada sampel yang tersusun dan diseleksi berdasarkan parameter yang telah ditentukan sebelumnya.
Parameter penentu ini dapat berupa berdasarkan demografi, latar belakang, atau apa pun atribut lainnya yang dapat menjadi fokus penelitian yang dilaksanakan.
Berdasarkan teknik sampling tersebut, jumlah sampel yang di peroleh sebanyak 900 (n) responden; standar deviasi 0.4; margin of error di kisaran 2% pada tingkat kepercayaan kurang lebih 98%.