close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Indra Wardhana
icon caption
Indra Wardhana
Kolom
Rabu, 25 September 2019 15:57

Gerakan mahasiswa di seluruh dunia

Mahasiswa muncul sebagai pendobrak, saat bangsa ini sudah hampir frustasi dengan situasi negara.
swipe

Pergerakan mahasiswa muncul, ketika pertanyaan menyangkut kepentingan sebagai generasi depan bangsa ini tidak terjawab. Pada titik itulah akan muncul keresahan yang terjadi secara intensif dan masif. Apalagi keresahan ini menyangkut kepentingan mereka sebagai bagian dari anak bangsa.

Generasi mahasiswa sekarang identik dengan julukan generasi Z. Generasi Z adalah generasi yang telah menggunakan internet sejak usia muda dan merasa nyaman dengan teknologi dan media sosial. Dan mereka muncul sebagai pendobrak, saat bangsa ini sudah hampir frustasi dengan   situasi negara.

Tetapi sebenarnya kapan pergerakan mahasiswa itu lahir? Di mana? Mari kita coba lihat pemaparan di bawah ini.

Pergerakan mahasiswa

"Lihatlah, mentega kami berbau busuk! Beri kami mentega yang tidak berbau !" seruan tersebut diucapkan di belakang demonstrasi mahasiswa pertama di Amerika (Nuh B, 2011). Diprakarsai mahasiswa bernama Asa Dunbar pada 1766 (mahasiswa bernama Asa Dunbar adalah kakek dari penulis dan filsuf asal Amerika Serikat Henry David Thoreau).

Peristiwa di atas disebut dengan peristiwa “Pemberontakan Mentega” berlangsung di Harvard University pada 1766. Peristiwa ini merupakan demonstrasi mahasiswa Harvard yang tercatat pertama kali di Amerika Serikat . Peristiwa itu terjadi sebelum Revolusi Amerika dan resesi ekonomi yang membuat sulitnya memperoleh makanan segar di Harvard.

Asa Dunbar adalah orang pertama yang memprotes kualitas makanan yang disajikan di ruang makannya. Presiden College Edward Holyoke sangat marah dengan tindakan pembangkangan ini.

Kemudian pada 4 Mei1919, mahasiswa dan para intelektual melakukan demonstrasi di gerbang Tianan Cina, memprotes kegagalan diplomatik pemerintah China selama Perjanjian Negosiasi Versailles (Lee, 2009).

Pergerakan yang dimulai di Beijing akhirnya menyebar ke Shanghai dan bagian lain China serta memiliki efek langsung pada pemerintahan China, untuk tidak menandatangani perjanjian damai pada 1919. Namun, hal yang jauh lebih penting, ini menandai pertama kalinya warga biasa, terutama mahasiswa bersatu karena alasan politik. Pemikiran para intelektual China yang dianggap radikal ini akhirnya mengarah pada penciptaan Partai Komunis di negara tersebut.

Sementara itu di Paris terjadi penutupan Universitas Nanterre pada Mei 1968.  Hal itu menghasilkan serangkaian kejadian dramatis. Dimulai oleh demonstrasi mahasiswa yang hampir menjatuhkan pemerintah Prancis (Barker, 2008).

Aksi protes mahasiswa mengarah ke pihak berwenang Prancis yang menutup universitas tersebut, namun kebrutalan selanjutnya ditunjukkan polisi terhadap para pemrotes yang dianggap sebagai siswa revolusioner. Tindakan para mahasiswa ternyata menyebabkan demonstrasi yang melibatkan hampir seperempat pekerja di Prancis, untuk melakukan pemogokan yang berakibat aktivitas ekonomi terhenti.

Presiden De Gaulle pada akhirnya menyerukan pemilihan umum lebih awal serta menegosiasikan upah minimum yang lebih tinggi yang berhasil memadamkan "revolusi" tersebut (Maurin & McNally, 2008).

Beberapa kejadian penting ini hanyalah beberapa contoh demonstrasi mahasiswa yang secara langsung atau tidak langsung membentuk sejumlah gerakan politik, sosial dan budaya dalam dua abad terakhir. Tahun 1960an misalnya, mewakili periode fluks sosial dan budaya utama di seluruh dunia Barat dan gelombang protes mahasiswa merupakan inti dari perubahan ini.

Gerakan mahasiswa selama periode tersebut sampai pada garis depan media dan perhatian publik untuk pertama kalinya (Altbach, 1989). Diskusi akademis mengenai protes mahasiswa dan revolusi juga telah banyak berfokus pada gerakan di 1960an. Era pasca Perang Dunia ke-2 masyarakat Barat ditandai oleh ekspansi yang tajam dari universitas dan jenjang pendidikan tinggi (Broadhurst, 2014).

Generasi siswa ini tidak puas dengan cita-cita untuk memperketat gerakan mahasiswa dari para pendahulu mereka, peraturan kampus yang ketat dan ketidaksetaraan cerita sejarah yang dihadapi oleh banyak orang. Dengan demikian, gerakan ini menjadi sumber atau cermin dari perubahan struktur sosial pada saat itu.

 

Pergerakan mahasiswa muncul, ketika pertanyaan menyangkut kepentingan sebagai generasi depan bangsa ini tidak terjawab. Pada titik itulah akan muncul keresahan yang terjadi secara intensif dan masif. Apalagi keresahan ini menyangkut kepentingan mereka sebagai bagian dari anak bangsa.

Generasi mahasiswa sekarang identik dengan julukan generasi Z. Generasi Z adalah generasi yang telah menggunakan internet sejak usia muda dan merasa nyaman dengan teknologi dan media sosial. Dan mereka muncul sebagai pendobrak, saat bangsa ini sudah hampir frustasi dengan   situasi negara.

Tetapi sebenarnya kapan pergerakan mahasiswa itu lahir? Di mana? Mari kita coba lihat pemaparan di bawah ini.

Pergerakan mahasiswa

"Lihatlah, mentega kami berbau busuk! Beri kami mentega yang tidak berbau !" seruan tersebut diucapkan di belakang demonstrasi mahasiswa pertama di Amerika (Nuh B, 2011). Diprakarsai mahasiswa bernama Asa Dunbar pada 1766 (mahasiswa bernama Asa Dunbar adalah kakek dari penulis dan filsuf asal Amerika Serikat Henry David Thoreau).

Peristiwa di atas disebut dengan peristiwa “Pemberontakan Mentega” berlangsung di Harvard University pada 1766. Peristiwa ini merupakan demonstrasi mahasiswa Harvard yang tercatat pertama kali di Amerika Serikat . Peristiwa itu terjadi sebelum Revolusi Amerika dan resesi ekonomi yang membuat sulitnya memperoleh makanan segar di Harvard.

Asa Dunbar adalah orang pertama yang memprotes kualitas makanan yang disajikan di ruang makannya. Presiden College Edward Holyoke sangat marah dengan tindakan pembangkangan ini.

Kemudian pada 4 Mei1919, mahasiswa dan para intelektual melakukan demonstrasi di gerbang Tianan Cina, memprotes kegagalan diplomatik pemerintah China selama Perjanjian Negosiasi Versailles (Lee, 2009).

Pergerakan yang dimulai di Beijing akhirnya menyebar ke Shanghai dan bagian lain China serta memiliki efek langsung pada pemerintahan China, untuk tidak menandatangani perjanjian damai pada 1919. Namun, hal yang jauh lebih penting, ini menandai pertama kalinya warga biasa, terutama mahasiswa bersatu karena alasan politik. Pemikiran para intelektual China yang dianggap radikal ini akhirnya mengarah pada penciptaan Partai Komunis di negara tersebut.

Sementara itu di Paris terjadi penutupan Universitas Nanterre pada Mei 1968.  Hal itu menghasilkan serangkaian kejadian dramatis. Dimulai oleh demonstrasi mahasiswa yang hampir menjatuhkan pemerintah Prancis (Barker, 2008).

Aksi protes mahasiswa mengarah ke pihak berwenang Prancis yang menutup universitas tersebut, namun kebrutalan selanjutnya ditunjukkan polisi terhadap para pemrotes yang dianggap sebagai siswa revolusioner. Tindakan para mahasiswa ternyata menyebabkan demonstrasi yang melibatkan hampir seperempat pekerja di Prancis, untuk melakukan pemogokan yang berakibat aktivitas ekonomi terhenti.

Presiden De Gaulle pada akhirnya menyerukan pemilihan umum lebih awal serta menegosiasikan upah minimum yang lebih tinggi yang berhasil memadamkan "revolusi" tersebut (Maurin & McNally, 2008).

Beberapa kejadian penting ini hanyalah beberapa contoh demonstrasi mahasiswa yang secara langsung atau tidak langsung membentuk sejumlah gerakan politik, sosial dan budaya dalam dua abad terakhir. Tahun 1960an misalnya, mewakili periode fluks sosial dan budaya utama di seluruh dunia Barat dan gelombang protes mahasiswa merupakan inti dari perubahan ini.

Gerakan mahasiswa selama periode tersebut sampai pada garis depan media dan perhatian publik untuk pertama kalinya (Altbach, 1989). Diskusi akademis mengenai protes mahasiswa dan revolusi juga telah banyak berfokus pada gerakan di 1960an. Era pasca Perang Dunia ke-2 masyarakat Barat ditandai oleh ekspansi yang tajam dari universitas dan jenjang pendidikan tinggi (Broadhurst, 2014).

Generasi siswa ini tidak puas dengan cita-cita untuk memperketat gerakan mahasiswa dari para pendahulu mereka, peraturan kampus yang ketat dan ketidaksetaraan cerita sejarah yang dihadapi oleh banyak orang. Dengan demikian, gerakan ini menjadi sumber atau cermin dari perubahan struktur sosial pada saat itu.

 

Di Amerika Serikat, gerakan hak-hak sipil dan pembangkangan selama Perang Vietnam menjadi pendorong utama demonstrasi mahasiswa selama periode tersebut.

Di Prancis, meningkatnya militansi kelas pekerja dikombinasikan dengan penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh polisi terhadap pemrotes mahasiswa menyebabkan pemberontakan tersebut terjadi pada 1968 (Maurin & McNally, 2008). Di Italia, pernikahan antara kelas pekerja dan pemrotes mahasiswa adalah yang paling menonjol. Hal itu seperti yang Ginsborg (1990) tuliskan "gerakan protes Italia adalah yang paling mendalam dan bertahan lama di Eropa. Ini menyebar dari sekolah dan universitas berlanjut ke pabrik-pabrik, dan terus ke masyarakat secara keseluruhan".

Gerakan di 1960 juga berpengaruh pada lembaga pendidikan itu sendiri. Klemen?i? (2014) mengemukakan "Salah satu hasil penting dari demonstrasi ini adalah konsolidasi perwakilan mahasiswa di dalam pengambilan keputusan universitas."

Struktur kepemimpinan mahasiswa menjadi bagian penting dari universitas yang bersifat demokratis. Gerakan ini juga berdampak pada proses di lingkungan perguruan tinggi. Di Prancis, demonstrasi 1968 menghasilkan sistem pemeriksaan yang lebih lunak yang membuat lebih banyak mahasiswa mencapai kredensial akademis (Maurin & McNally, 2008).

Pergerakan mahasiswa di negara berkembang juga turut andil dalam lintasan sejarah pergerakan mahasiswa dunia. Para mahasiswa telah memainkan peran utama dalam perjuangan kebebasan mereka. Mereka yang menciptakan gagasan umum tentang kebangsaan dan identitas kolektif bersama yang tidak mungkin dilakukan tanpa keterlibatan aktif dari para mahasiswa. Mahasiswa di negara-negara seperti Kenya, India, Burma, Indonesia dkk memainkan peran aktif di negara-negara tersebut untuk mengatasi penguasa kolonial mereka (Altbach, 1989).

Namun, terlepas dari perjuangan kebebasan dan beberapa contoh yang disebutkan di atas, pergerakan mahasiswa sepanjang sejarah telah bersifat sporadis. Hal ini terutama karena pada hakikatnya, sulit mempertahankan momentum gerakan mahasiswa, karena para pemimpin mahasiswa tidak tinggal di kampus untuk waktu yang lama. Selain itu, mereka juga "jarang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan jaringan substansial dan prosedural yang dibutuhkan untuk tahap politik yang lebih besar." (Altbach & Klemen?i?, 2014).

Meskipun demikian, mereka dapat memainkan peran kunci dalam mengarahkan dan memberi dorongan pada gerakan sosial dan politik.
 

Kemudian gerakan pelajar dan mahasiswa di era 2000-an seperti Revolusi Payung di Hongkong serta masih banyak di negara-negara lainnya, di seluruh dunia.

Semua peneliti sosial tersebut pada hakekatnya sependapat tentang tiga hal pokok, yaitu, mahasiswa menunjukkan keaktifannya yang sangat menonjol, adanya kepekaan nurani dari gerakan mahasiswa terhadap perubahan sosial dan politik, serta akar dari semua gerakan mahasiswa adalah menyangkut keseluruhan masyarakat dan apa yang dirasakan oleh mahasiswa.

Situasi sosial dan ekonomi, ketidakadilan sosial, kebijakan luar negeri yang tidak adil dan politik yang tidak demokratis merupakan akar dari gerakan mahasiswa.

Sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia

Pergerakan Mahasiswa di Indonesia di bagi dalam beberapa periode, sebagai berikut :
1. Masa Kolonial

Sebelum Negara Republik Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945 atau tepatnya pada masa penjajahan Belanda, di wilayah Hindia Belanda tercatat ada dua gerakan mahasiswa yang sangat populer, unik dan monumental, yaitu pergerakan mahasiswa 1908 atau yang dikenal dengan Angkatan 08 dimotori Boedi Oetomo. Juga pergerakan mahasiswa 1928 yang dikenal sebagai Angkatan 28, yang dimotori Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dan para pemuda pelajar dari berbagai perguruan tinggi di Hindia Belanda, seperti Jong Ambon, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Islamieten Bond, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Pemuda Kaum Betawi, dan lain-lain.

Gerakan mahasiswa Angkatan 08 dan Angkatan 28 disebut unik. Meskipun kedua gerakan pemuda pelajar tersebut tidak dapat dipisahkan dari anasir primordialisme; kesukuan, kedaerahan dan agama, namun tetap berbasiskan pada gerakan dengan semangat kemerdekaan untuk sebuah bangsa (nation) dan negara (state), sehingga sangat kental dengan nuansa nasionalismenya.

Begitu uniknya gerakan ini, sehingga Angkatan 08 dan Angkatan 28 selalu dan selamanya dilihat oleh para pemuda pelajar sebagai tonggak sejarah persatuan nasional. Juga dianggap paling monumental, karena gerakan mahasiswa angkatan selanjutnya bukan saja tetap menjadikan nasionalisme sebagai dasar moralnya, tetapi juga selalu menjadikan gerakan kaum terpelajar Angkatan 08 dan Angkatan 28 sebagai rujukannya.

Di satu sisi kedua angkatan itu merupakan produk dari kebijakan politik etis Belanda, tapi di lain sisi kedua produk itu justru kontra produktif dari gagasan politik etis Belanda. Kontra produktif karena politik etis Belanda berasumsi bahwa ganti rugi atas penderitaan masyarakat selama di bawah pemerintahan kolonial Belanda akan membuat masyarakat diam tanpa perlawanan, sehingga melalui politik etisnya, Belanda ingin memperlihatkan diri memerintah atas dasar moral. Kontraproduktif karena ganti rugi penderitaan masyarakat Hindia Belanda telah pula melahirkan legitimasi politik bagi masyarakat untuk menolak dan melawan berbagai bentuk kolonialisme yang dilancarkan oleh Belanda.

2. Masa Orde Lama

Pengaruh Angkatan 08 dan Angkatan 28 terhadap angkatan berikutnya terus berlanjut, hingga berdirinya Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Di antaranya kristalisasi nilai perjuangan kemerdekaan yang menjadi dasar dari perjuangan Angkatan 45.

Implementasi nilai itu, dapat dilihat dari peran Angkatan 45 seperti yang tampak dalam Peristiwa Rengasdengklok menjelang 17 Agustus 1945. Peristiwa Rengasdengklok adalah gerakan kelompok bawah tanah yang dipimpin dua tokoh Angkatan 45 yang sangat terkenal, yaitu Chairul Saleh dan Soekarni.

Kristalisasi nilai perjuangan kemerdekaan yang ada pada dirinya, membuat Chairul Saleh, Soekarni dan kawan-kawan harus menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan.

Setelah Republik Indonesia berdiri, sebagian tokoh-tokoh penting Angkatan 08, Angkatan 28 dan Angkatan 45 bergabung ke dalam kekuasaan. Soekarno dan Hatta, misalnya, masuk ke dalam bagian pemerintahan dengan menjadi pucuk pemerintahan. Sementara yang lainnya lagi, seperti Soekarni dan Chairul Saleh memilih berada di luar lingkaran kekuasaan.

Meskipun tidak dipilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu), Soekarno pada awal periode kekuasaannya memerintah dengan legitimasi yang sangat kuat. PPKI yang mengangkatnya secara aklamasi menjadi Presiden Republik Indenesia pertama dan kemudian diperkuat oleh Ketetapan MPRS menjadi ‘Presiden Seumur Hidup’ seperti tidak pernah ragu bahwa Soekarno dapat mewujudkan semua cita-cita politik yang ada dalam UUD 1945.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, selama periodesasi kekuasaan Soekarno, yaitu masa Orde Lama (1945-1966) berbagai bentuk penyimpangan dilakukan, hingga memicu ketidakpuasan berbagai pihak termasuk pihak mahasiswa.

Kemunculan gerakan mahasiswa pada 1966 atau yang populer dengan Angkatan 66 adalah sebagai akibat dari penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang dinilai menyimpang dari cita-cita dasar yang menjadi tujuan dari perjuangan melawan kolonial, yaitu kemerdekaan untuk kemakmuran rakyat.

Bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno, misalnya dengan membubarkan parlemen dan menetapkan konstitusi di bawah Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Selain itu, Soekarno juga menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945 lewat semboyan "Kembali ke UUD' 45" setelah membubarkan konstituante yang bertugas untuk menyusun UndangUndang Dasar baru.

Bahkan Soekarno memperkuat kekuasaannya dengan cara memberi posisi penting bagi militer terutama TNI AD dan memadukan tiga unsur paham atau ideologi radikal ke dalam orientasi politiknya, yaitu: Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Nasakom).

 

3. Orde Baru

Sementara pada masa Orde Baru, rezim Demokrasi Pancasila yang dipimpin Soeharto juga memunculkan gerakan mahasiswa Angkatan 1974, Angkatan 1977 dan Angkatan 1998.

Gerakan mahasiswa Angkatan 1998 inilah kemudian yang menumbangkan rezim Soeharto. Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti, Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang. Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.

Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman dengan program utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.

Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat. Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat.

Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan politik masyarakat, antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui Undang-Undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.

Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorong munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada 28 Mei 1971 yang dimotori Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution dan Asmara Nababan.

Pada 1972 mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan, Memasuki 1974, kemandirian ekonomi Indonesia mulai dipertanyakan. Membanjirnya produk Jepang menciptakan hegemoni baru. Pasar Indonesia mutlak dikuasasi Jepang sehingga memancing kemarahan mahasiswa untuk bertindak. Dari Juli 1973 sampai bulan Januari 1974 terjadi demonstrasi hampir setiap hari di berbagai kota. Kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia disambut mahasiswa dengan demonstrasi.

Isu yang diangkat berkisar hutang luar negeri, penjajahan modal asing dan penghapusan jabatan Asisten Pribadi Presiden. Kerusuhan meledak di Jakarta, ratusan mahasiswa ditangkap karena dituduh membuat makar. Peristiwa kerusuhan ini dikenal sejarah sebagai peristiwa Lima Belas Januari (Malari)
 

4. Gerakan mahasiswa reformasi/Angkatan 1998, kejatuhan Soeharto

Mahasiswa menemukan momentumnya seiring dengan krisis ekonomi yang terjadi pada 1997. Mahasiswa mulai bergerak dengan tuntutan awalnya adalah penurunan harga. Isu ekonomis tersebut berhasil dimajukan oleh gerakan yang lebih politis. Isu kemudian berkembang menjadi penurunan Soeharto, juga pencabutan dwifungsi ABRI.

Peristiwa Insiden Trisakti pada 12 Mei 1998, di mana aparat menembak mati empat mahasiswa yang sedang berada di halaman kampus, membangkitkan kesadaran dari semua tipe mahasiswa. Peristiwa ini diyakini sebagai katalisator gerakan mahasiswa. Isu penting mengkristal ke satu arah yakni, pada figur Presiden Soeharto.

Tema utama adalah tuntutan agar Soeharto turun dari jabatan Presiden disertai meminta pertanggungjawabannya mengenai bencana yang menimpa bangsa Indonesia dalam Sidang Umum Istimewa MPR, dan pelaksanaan pemilu untuk memilih anggota MPR, kemudian meminta MPR untuk membentuk pemerintahan transisi.

Soeharto akhirnya berhenti dari jabatan Presiden pada 21 Mei 1998 dan Wakil Presiden BJ Habibie dilantik menjadi presiden baru di Istana Merdeka. Kabinet Reformasi Pembangunan bentukan BJ Habibie diumumkan pada 22 Mei 1998

Tren global

Terlepas dari penyebab percikan tindakan mereka, kebangkitan aktivisme politik mahasiswa di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa mahasiswa dapat dan terus menjadi kekuatan yang efektif dalam mewujudkan perubahan sosial dan politik. Seperti Broadhurst (2014) menulis "Terlepas dari periode waktu, taktik yang digunakan, atau penyebab yang diperjuangkan, satu kesamaan ada di kalangan aktivis mahasiswa: Mereka mencoba mengubah dunia. Dunia itu mungkin sekecil kampus mereka atau seluas kemanusiaan itu sendiri, tapi masing-masing siswa, masing-masing kelompok, masing-masing gerakan, bertujuan untuk menuju peradaban masyarakat yang lebih baik."

 

img
Indra Wardhana
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan