close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, pada Rabu (11/3/2020). Foto Antara/Fauzan
icon caption
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, pada Rabu (11/3/2020). Foto Antara/Fauzan
Bisnis
Kamis, 18 Agustus 2022 21:22

Tarif baru ojol diyakini takkan bikin pengemudi sejahtera

Lebih dari 75% pelanggan diyakini menolak kebijakan kenaikan tarif ojol oleh Kemenhub.
swipe

Kesejahteraan pengemudi ojek online (ojol) diyakini takkan meningkat seiring rencana pemerintah menaikkan tarifnya pada akhir Agustus 2022, yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 564 Tahun 2022. Pangkalnya, kenaikan tarif tidak selalu berhubungan dengan kesejahteraan pengemudi.

Menurut ekonom Universitas Airlangga (Unair), Rumayya Batubara, konsumen akan beralih ke moda transportasi lain ketika tarif ojol naik sehingga pendapatan pengemudinya berpotensi turun. Ini terjadi lantaran pengguna ojol sensitif terhadap harga.

"Misalkan, jika sebelumnya bisa mendapatkan 10 penumpang, dengan adanya kenaikan ini, penumpangnya jadi turun jadi 7 atau bahkan hanya 5. Perlu diingat, jumlah driver tetap sama, tapi penumpang berkurang," ucapnya dalam keterangannya, Kamis (18/8).

Rumayya menerangkan, lebih dari 50% pengguna ojol, sebagai studi Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), adalah masyarakat menengah bawah. Mereka menggunakan ojol lantaran harganya terjangkau.

Hal tersebut, sambungnya, tentu akan membuat jumlah pelanggan menyusut kala tarif ojol naik. Dengan demikian, konsumen berpeluang memilih opsi transportasi lain, termasuk kendaraan pribadi

"Ketika tarif ojol naik di tahun 2019, sebanyak 75% konsumen menolak kenaikan harga ojol. Persentase penolakan tersebut tergolong tinggi, meski kenaikan tarif pada saat itu tidak sebesar di tahun 2022 ini," tuturnya.

"Tahun ini," imbuh dia, "kami memang belum melakukan studi terbaru. Tapi, kemungkinan besar akan ada lebih dari 75% konsumen yang menolak karena kenaikan tarifnya jauh lebih tinggi."

Lebih jauh, Rumayya menilai, kenaikan tarif ojol akan menekan daya beli masyarakat dan turut mendongkrak inflasi. Ini bakal memperberat pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang tengah berupaya menekan menekan inflasi melalui program subsidi di berbagai sektor.

"Saat ini, inflasi sedang tinggi bahkan untuk inflasi pangan tertinggi sejak tahun 2015. Jika inflasi tinggi, maka daya beli konsumen tergerus," ujarnya.

Oleh sebab itu, Rumayya menyarankan para pemangku kepentingan untuk mencari solusi lain untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi ojol sebelum skema tarif baru berlaku, 29 Agustus mendatang.

"Perpanjangan waktu ini bisa digunakan untuk mencari masukan dan tambahan data agar bisa mengambil kebijakan publik lebih tepat," tutupnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan