close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi neraca komoditas. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi neraca komoditas. Alinea.id/Dwi Setiawan
Bisnis
Senin, 28 November 2022 18:20

KRKP tekankan 4 hal dalam membangun neraca komoditas yang baik

Ada dua hal yang hilang seiring terbitnya PP terkait neraca komoditas.
swipe

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menekankan empat hal dalam membangun neraca komoditas (NK) yang baik di tengah karut marut data impor dan korupsi sektor pangan.

Hal itu disampaikannya dalam webinar Alinea Forum bertajuk "Harmoniasasi Regulasi dan Akuntabilitas Neraca Komoditas", Senin (28/11).

"Situasi rawan pangan bukan karena ketidaan pangan, tapi karena memang punya atau kelangkaan soal demokrasi. Kalau mau baca neraca pangan atau data pangan, itu sesungguhnya ruang demokratisasi yang harus adanya di kebijakan pangan kita secara keseluruhan," kata Said.

Menurutnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) terbentuk karena adanya problematika yang muncul, seperti karut-marut data dan problematika data pengelolaan impor. Namun, ketika ada peraturan presiden (perpres) yang baru, ada dua hal yang hilang, akses dan keterbukaan serta terkait proses pengawasannya agar neraca ini betul-betul valid dan bisa dikontrol publik.

"Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dengan membentuk neraca komoditas ini jadi semangat yang perlu kita dukung. Sehingga, lagi-lagi memang bagaimana implementasinya dan integrasinya dengan di Badan Pangan karena di perpres Badan Pangan, mereka punya kekuasan untuk menentukan dan mengoordinasikan soal keputusan impor. Artinya, data awal yang menentukan berapa banyaknya, kan, harusnya ada di sana juga," tuturnya.

Said melanjutkan, apabila memakai tembok akuntabilitas, setidaknya ada empat hal yang harus muncul dalam peraturan presiden terkait neraca komoditas. Pertama, soal transparansi. Titik berangkatnya adalah apakah sistem informasi pangan sudah cukup transparan atau belum atau sistemnya sudah bisa diakses semua orang atau tidak.

Kedua, adanya partisipasi, terutama dari produsen pangan. Dirinya berpendapat, pemerintah selama ini seringkali melupakan posisi dan keberadaan produsen pangan, termasuk penentuan kuota impor berdasarkan produksi atau ketersediaan.

"Nah, ketersediaan, kan, kerap kali datanya tidak pernah melibatkan para produsen pangan di dalamnya. Ini satu hal, yang menurut saya, krusial," ujar Said.

Ketiga, adanya mekanisme komplain dan respons. "Misalnya, petani merasa produksi tidak sebegitu [besar], ada enggak ruang untuk komplain buat respons sehingga ada perbaikan?" tanyanya.

Keempat, pengawasan dan evaluasi. "Karena ada partisipasi, maka harusnya ada proses pengawasan dan evaluasi yang juga melibatkan publik secara luas lagi terhadap seluruh proses importasi pangan, tidak hanya pada soal data awalnya," tandas Said.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan