Perbankan memperketat pengawasan aktivitas transaksi mencurigakan dan memiliki potensi melanggar hukum. Langkah ini dilakukan guna mendukung pemberantasan judi online.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. memblokir 3.003 rekening yang terindikasi kuat digunakan untuk kegiatan transaksi judi online. Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto menyatakan tindakan ini merupakan upaya dalam integritas sistem perbankan dan melindungi nasabah dari praktik-praktik yang merugikan.
"Pemblokiran dilakukan setelah hasil pemantauan intensif," ujar Agus, dikutip Minggu (17/11).
Agus bilang, BRI telah menerapkan risk based approach yang terangkum dalam kebijakan serta standar operasional prosedur (SOP) terkait anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT). Upaya ini dilakukan untuk melindungi BRI dari sasaran tindak pidana pencucian uang dan terorisme, termasuk judi online. “Kami juga memiliki sistem Anti-Money Laundering (AML) untuk memonitor transaksi yang mencurigakan,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko kepatuhan, lanjutnya, perseroan juga melakukan uji tuntas atau enhanced due diligence (EDD), merupakan proses yang lebih mendalam dari customer due diligence (CDD) yang sebelumnya dikenal dengan know your customer (KYC).
Bank pelat merah itu juga melakukan browsing ke berbagai website judi online secara aktif untuk melakukan pendataan. Jika ditemukan indikasi penggunaan rekening BRI untuk menampung dana top up atau deposit guna bermain judi online, maka tampilan website judi online tersebut disimpan untuk dasar pemblokiran rekening.
Selain memblokir rekening terkait, Agus mengklaim, perusahaan memperkuat mekanisme pengawasan, teknologi deteksi dini, dan edukasi kepada masyarakat. Dia mengimbau nasabah untuk melaporkan aktivitas mencurigakan dan senantiasa menjaga kerahasiaan data pribadi serta rekening guna mencegah penyalahgunaan.
"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut berperan dalam memberantas praktik-praktik ilegal yang merugikan, termasuk judi online," kata Agus.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah meminta perbankan melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 8.000 rekening yang diindikasikan terkait dengan transaksi judi online. Ribuan rekening tersebut berasal dari data Kementerian Komunikasi dan Digital (sebelumnya disebut Kementerian Komunikasi dan Informatika). Serta meminta perbankan menutup rekening yang berada dalam satu customer identification file (CIF) yang sama.
Sebagai upaya meminimalisasi pemanfaatan rekening bank untuk kegiatan transaksi judi online, OJK meminta bank meningkatkan uji tuntas alias EDD atas nasabah yang terindikasi terkait transaksi judi online dan melaporkan transaksi tersebut sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kemudian, jika dari hasil EDD terbukti nasabah melakukan pelanggaran berat terkait judi online, perbankan dapat membatasi bahkan menghilangkan akses nasabah tersebut untuk melakukan pembukaan rekening di bank alias blacklisting.
Selain itu juga meminta bank mempergiat upaya meminimalisir terjadinya praktik jual beli rekening, meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dalam mengidentifikasi tindak kejahatan ekonomi termasuk judi online, menyesuaikan parameter transaksi sehingga dapat menjaring transaksi dalam nominal kecil seperti yang banyak terjadi pada transaksi judi online yang dapat dimulai dari nominal Rp10.000, serta memantau aktivitas transaksi lintas batas negara.