Sekelompok musikus Surabaya menggelar aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan di area makam pencipta lagu Indonesia Raya, WR Soepratman, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (10/2).
Kordinator aksi Ndimas Narko Utomo mengatakan, RUU Permusikan bakal membatasi kreativitas para musikus.
"Sekarang musisi dibungkam, kemungkinan besok-besok teman tari, teater, sastra dan yang lainnya. Apakah tidak menutup kemungkinan bakal ditekan juga?" ujar Ndimas.
Aksi unjuk rasa diikuti kelompok literasi, komunitas musik Surabaya, komunitas penyanyi jalanan dan komunitas sastra. Menurut Ndimas, aksi serupa juga digelar di sejumlah daerah seperti Malang, Tuban, Lamongan, Gresik dan Mojokerto.
Ndimas menilai substansi RUU Permusikan dipenuhi pasal karet yang menunjukkan indikasi pemerintah antikritik. Pada pasal 5 RUU Permusikan misalnya, beragam larangan diterapkan dalam proses kreasi seni.
"Pasal ini bisa sangat luas terjemahannya karena cenderung pasal karet. Karena tidak jelas acuan seperti memuat konten pornografi, provokasi, kekerasan seksual dan merendahkan harkat martabat manusia," ungkapnya.
Menurut Ndimas, ada 19 pasal yang juga tidak relevan sehingga harus dihilangkan. Salah satunya ialah pasal terkait pemaknaan industri musik.
"Kalau industri dipukul rata ibarat kata disamakan dengan korporasi besar. Ini bumerang bagi label kecil dan pengusaha kreatif. Akhirnya nanti mereka gulung tikar," urainya.
Dijelaskan Ndimas, aksi penolakan terhadap RUU Permusikan bakal terus berlanjut. "Kami juga akan mengumpulkan 500 musisi untuk menggelar aksi di depan DPRD Jawa Timur, Kamis depan," tuturnya.