Politikus Gerindra Simon Aloysius Mantiri resmi diangkat menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) Pertamina yang digelar Senin (4/11) lalu. Mendampingi Simon, Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Mochamad Iriawan alias Iwan Bule sebagai komisaris utama perusahan pelat merah itu.
Seperti Simon, Iwan Bule saat ini merupakan kader Gerindra. Simon adalah anggota Dewan Pembina DPP Gerindra, sedangkan Iwan Bule ialah Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra. Sebelumnya, Simon pernah menjabat sebagai Komut Pertamina menggantikan Basuki Tjahaja Purnama yang mundur jelang pencoblosan Pilpres 2024.
Adapun Iwan Bule berlatar belakang polisi. Sebelum purnatugas, Iwan Bule pernah menjabat sebagai Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Di kepolisian, Iwan Bule pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat, Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kapolda Metro Jaya.
Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengkritik pengangkatan Simon dan Iwan Bule sebagai petinggi Pertamina. Menurut dia, pengawasan terhadap kinerja Pertamina akan melemah jika komisaris dan direktur utama perusahaan itu berasal dari parpol yang sama.
"Penempatan dua kader Partai Gerindra di Pertamina berpotensi membukakan akses pelanggaran dan potensi korupsi di tubuh Pertamina. Ini akan menimbulkan konflik kepentingan serta tidak berfungsinya pengawasan oleh komut terhadap dirut," kata Fahmy kepada Alinea.id, Senin (4/10).
Pengangkatan Simon dan Iwan Bule, menurut Fahmy, bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi di pemerintahan dan BUMN. Ia menduga Menteri BUMN Erick Thohir tak berkonsultasi dengan Prabowo saat mengangkat keduanya sebagai petinggi Pertamina.
"Jadi, mungkin ini bukan kehendak Presiden Prabowo, tetapi inisiatif menteri yang berwenang. Tujuannya adalah untuk menyenangkan presiden melalui serangkaian aksi asal bapak senang (ABS)," kata Fahmy.
Jika serius memberantas korupsi, Fahmy berharap Prabowo membatalkan pengangkatan Simon dan Iwan Bule. Sebagai BUMN yang sahamnya 100% dimiliki pemerintah, Pertamina seharusnya dijalankan oleh orang-orang yang profesional agar tidak salah urus.
"Alternatifnya, keduanya mengundurkan diri sebagai kader dan pengurus Partai Gerindra kalau mau tetap bertahan sebagai Dirut dan Komut Pertamina," ucap Fahmy.
Fahmy berkata korupsi besar-besaran di tubuh Pertamina pernah terjadi pada era Dirut Pertamina Ibnu Sutowo di era Orde Baru. Penggunaan keuangan yang tidak transparan menjadi biang keladi korupsi di Pertamina saat itu.
Di bawah kendali Ibnu Sutowo, Pertamina nyaris membangkrutkan negara karena terlilit utang proyek hingga senilai US$10,5 miliar. Ibnu Sutowo dipecat dari jabatannya pada Maret 1976. Namun, dia tak pernah dijatuhi hukuman. "Jangan sampai hal seperti ini terjadi lagi," ujar Fahmi.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman punya kekhawatiran serupa. Menurut dia, tak semestinya dirut dan komut Pertamina dipilih dari kader-kader Gerindra. Orang-orang parpol, kata dia, sebaiknya hanya diberi jatah di dewan komisaris.
"Meski itu juga kami kritik karena komisaris harusnya orang profesional yang punya rekam jejak baik di bisnis tersebut. Penempatan direksi ini, menurut saya, sangat menimbulkan tanda tanya. Khususnya dari sisi kemampuan. Mampu atau tidak? Kedua, ada konflik kepentingan. Konflik kepentingan itu kalau tidak dikelola akan mengarah pada korupsi," kata Zaenur kepada Alinea.id, Selasa (5/10).
Zaenur meminta Prabowo mengevaluasi pengangkatan Simon dan Iwan Bule. Menurut dia, pengelolaan BUMN sekelas Pertamina semestinya tak diserahkan ke tangan politikus. Apalagi, Prabowo sudah gembar-gembor bakal memberantas korupsi dan mencegah kebocoran keuangan negara.
"Kebijakan seperti ini harusnya dipikirkan dulu dan dipertimbangkan lagi. Kalau mau diberi kesempatan silakan diberi kesempatan. Akan tetapi, harus dievaluasi jangan sampai perusahaan sebesar Pertamina ini kemudian harus menanggung beban yang tidak perlu karena jajaran puncaknya itu akan memiliki masalah," kata Zaenur.