close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
PT Sinarmas Asset Management akhirnya diputus bersalah alias keok dalam kasus korupsi Jiwasraya di tingkat kasasi. Dokumentasi Bareksa
icon caption
PT Sinarmas Asset Management akhirnya diputus bersalah alias keok dalam kasus korupsi Jiwasraya di tingkat kasasi. Dokumentasi Bareksa
Nasional
Rabu, 10 Mei 2023 18:19

Korupsi Jiwasraya, ini sebab Sinarmas Asset Management "keok" di kasasi

Sinarmas Asset Management sempat diputus tidak bersalah pada sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
swipe

Pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU), Pahrur Dalimunthe, memaklumi jika kejaksaan akhirnya memenangkan kasus dugaan korupsi dan TPPU PT Asuransi Jiwasraya (Persero) saat berhadapan dengan PT Sinarmas Asset Management (SAM) di tingkat kasasi. Sebab, banyak indikator yang dipakai untuk menggunakan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) selain regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pasar modal.

Setelah dinyatakan bersalah melakukan korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta dan divonis bebas pada tingkat banding, PT SAM kembali diputus bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Pasal TPPU pun terbukti karena PT SAM dinilai melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) sehingga diputus mengembalikan uang tunai sekitar Rp73,9 miliar.

"Ini, kan, indikator perbuatan melawan hukum yang disampaikan oleh jaksa untuk memenuhi unsur Pasal 2 banyak banget. Pasti ketemu salahnya. Maka, tidak heran di tingkat pertama dinyatakan ini perbuatan melawan hukum sehingga Pasal 2 terbukti. [Pada tingkat] banding, harusnya logic-nya sama karena sulit untuk membantah itu sehingga di kasasi begitu," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (10/5).

Pahrur berharap kejaksaan terus mengajar TPPU terhadap para manajer investasi (MI) yang terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya. 

"Kalau ini terbukti, yang lainnya, menurut saya, perlu dikejar. Karena modelnya sama, bentuk perbuatannya sama, maka yang lain otomatis secara hukum terbukti. Mungkin nanti [beda] lebih berat ringan hukuman, tergantung pertimbangan hakim," ucapnya.

Menurutnya, banyaknya MI yang lolos dari pasal TPPU di pengadilan tingkat pertama karena majelis hakim tidak mendapati tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul kekayaan hasil korupsi. Padahal, penempatan atau transfer (placement) terbukti serta mengetahui itu sebagai tindak pidana.

"Ini unik. Hakim bilang unsurnya [TPPU] terpenuhi, menempatkan, transfer, pokoknya placement terbukti. Kemudian, mereka tahu bahwa itu hasil tindak pidana. Itu terbukti juga. Yang tidak terbukti di tingkat pertama tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul kekayaan. Ini, kan, kalau di TPPU sebenarnya memang tujuan [menyembunyikan asal-usul kekayaan] ini maksud yang utama," urainya.

"Cuma agak enggak masuk akal kamu sudah tahu ini hasil tindak pidana. Kamu mentransfer, menempatkan, mengalihkan, artinya placement ada. Harusnya secara hukum, tujuannya untuk menyamarkan atau menyembunyikan [ditemukan]," sambungnya.

Pahrur juga menyoroti bebasnya PT MAS pada tingkat banding. Sebab, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mempertimbangkan korporasi tidak pernah mendapatkan sanksi, teguran, atau temuan dari OJK ataupun pasar modal.

"Kalau indikator sesuatu dinyatakan melawan hukum mendapatkan sanksi atau tidak, ya, banyak perkara di Indonesia yang bahkan tidak pernah ada sanksi admin, tidak pernah ada teguran, tapi ternyata di persidangan, pebuktian materiel terbukti," urainya.

"Jadi, menurutku, alasan tidak pernah dapat sanksi, tidak pernah dapat teguran enggak bisa jadi dasar ini bukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum harus diuji ada yang dilanggar atau enggak dari perbuatannya. Kalau [hanya] dilihat dari administrasi atau lembaga berarti, berarti enggak perlu lagi pengadilan," imbuhnya.

Jadi sejarah
Di sisi lain, Pahrur Dalimunthe mengapresiasi kinerja kejaksaan dalam mengusut kasus korupsi Jiwasraya. Pangkalnya, menjerat 13 MI bahkan dikenakan pasal TPPU.

"Menurut saya, ini jadi sejarah karena kejaksaan berani untuk menindak korporasi dan TPPU untuk perkara jenis ini. Ini sejarah. [Kejaksaan] berani sekali," ungkapnya. "Mungkin ini pertama dan satu-satunya korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi sekaligus tindak pidana pencucian uang."

Pahrur menyampaikan demikian, lantaran pengusutan kasus tipikor dengan menjerat korporasi minim. Trennya baru muncul pada 2017 dan masih bisa dihitung dengan jari.

"Ini langsung 13 perusahaan untuk perkara yang tipis-tipis. Artinya, perdebatan teori hukumnya sangat kuat di situ," katanya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan