close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Jamaah yang diirningi kesenian rebana membacakan Shalawat Barzanji pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1440 Hijriah di Masjid Muyassarin Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (20/11)./ Antara Foto
icon caption
Jamaah yang diirningi kesenian rebana membacakan Shalawat Barzanji pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1440 Hijriah di Masjid Muyassarin Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (20/11)./ Antara Foto
Nasional
Jumat, 15 Oktober 2021 20:53

Komaruddin Hidayat: Sirah Nabi Muhammad SAW sangat mengesankan

"Pada diri Nabi Muhammad SAW itu sendiri kemanusiaanya sudah unggul," kata Komaruddin.
swipe

Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menilai, sejarah Sirah Rasulullah sangat mengesankan.

Sebelum Nabi Muhammad SAW menjadi nabi kualitas kemanusiaannya sudah unggul, bahkan sudah disebut Al-Amin. Yaitu, orang yang dapat dipercaya dan sudah mempraktekan sebagai pribadi wasathiyah yang memberikan jalan keluar, keadilan, dan pertimbangan.
 
"Jadi, pada diri Nabi Muhammad SAW itu sendiri kemanusiaanya sudah unggul. Ini menjadi analog dengan masyarakat di dunia. Tanpa Islam banyak masyarakat yang sudah baik dan menerapkan anti korupsi, perlindungan sesama manusia, cinta ilmu, dan kebersihan," ujarnya dalam Webinar Umat Islam Indonesia: Ummatan Wasathan, Jumat (15/10).

Sebaliknya, lanjut Komaruddin, terdapat masyarakat atau negara yang bersemangat berbicara mengenai agama, namun sisi kemanusiaannya belum unggul sehingga tidak berhubungan antara retorika agama dan kualitas peradabannya.

"Semakin tinggi peradaban sebuah bangsa dan bertemu Islam, maka kemudian bagi Islam semakin mudah untuk menunjukkan keunggulannya," kata Komaruddin.

Komarudin mengungkapkan, jika berbicara tentang sains berarti merajuk tentang capaian-capaian kebudayaan peradaban. Ada peradaban Yunani, Eropa, Cina, India dan ada juga peradaban Islam. 

Terdapat sebuah kategori perbedaan di antara peradaban tersebut. Yang lain menunjukkan satu entitas budaya dan negara. Dalam kata Islam itu sudah tercampur faktor-faktor budaya lokal.

"Dalam konteks pandemi, pendekatan agama pada akhirnya mereka harus bertanya pada sains. Covid itu sekarang urusan sains," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Imam Masjid New York, Shamsi Ali, mengatakan, di Timur Tengah banyak orang beranggapan bahwa orang Islam adalah orang yang tinggi besar, memakai sorban dan jubah, berdiri di padang pasir dengan unta, dan memegang pedang.

"Ini adalah imajinasi bahwa orang Islam adalah orang Arab. Berdiri di padang pasir berarti berada diketerbelakangan, bersama unta berarti tidak mengenal sains. Padahal, Islam senantiasa identik dengan perkebangan sains memengang pedang seakan Islam adalah agama kekerasan," ujar Shamsi Ali.

Studi Islam di dunia barat dikenal dengan Studi Timur Tengah karena ada identifikasi Islam sebagai agama Timur Tengah. Sebagai bangsa muslim terbesar, Indonesia harus melakukan sesuatu untuk bisa membuka mata dunia bahwa Islam bukan agama Timur Tengah. 

"Indonesia adalah bangsa yang sangat dahsyat. Bukan hanya karena keindahan alam, keluasan geografis, tapi yang terpenting adalah manusianya. Indonesia memiliki potensi yang besar," ungka dia.

Terakhir, Samshi Ali memaparkan, tujuh karakeristik dasar dari wasathiyah. Pertama, Al-I’tidal yaitu adil dan keperadilan. 

Kedua, Tawazun atau keseimbangan. Ketiga, Tasamuh atau toleransi. Keempat Syuro atau musyawarah. 

Kelima Al-Islah yaitu mengedepankan kebaikan. Keenam Al-Qudwah atau keteladanan. Terakhir Al-Mu’awanah yang artinya merangkul kebangsaan.

img
Natasya Maulidiawati
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan