close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima aspirasi dari Badan Musyawarah Antar Gereja dan Lembaga Keagamaan Kristen (BAMAG LKK) Indonesia di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/8/2023). Foto DPD RI
icon caption
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima aspirasi dari Badan Musyawarah Antar Gereja dan Lembaga Keagamaan Kristen (BAMAG LKK) Indonesia di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/8/2023). Foto DPD RI
Nasional
Rabu, 16 Agustus 2023 14:15

DPD tuding amendemen UUD 1945 bikin Indonesia tinggalkan Pancasila

Perubahan isi dari pasal-pasal dalam konstitusi tersebut membuat UUD 1945 justru menjabarkan semangat individualisme dan liberalisme.
swipe

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memandang, konstitusi di Indonesia telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi. Hal ini terlihat pada undang-undang dasar yang mengalami perubahan hingga 2002.

Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, dalam mendirikan bangsa ini, perumusan sistem bernegara Pancasila, tetapi sistem tersebut belum pernah secara benar diterapkan baik di era Orde Lama maupun Orde Baru. Celakanya, kata La Nyalla, bangsa ini telah menghapus sistem tersebut di era Reformasi, melalui amendemen konstitusi pada 1999 hingga 2002. 

“Karena faktanya, berdasarkan kajian akademik yang dilakukan beberapa profesor di sejumlah perguruan tinggi, ditemukan kesimpulan bahwa Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada 1999 hingga 2002 yang sekarang kita gunakan, telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi. Perubahan isi dari pasal-pasal dalam konstitusi tersebut membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru menjabarkan semangat individualisme dan liberalisme,” katanya di Kompleks Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). 

Ia pun merujuk, pada pengalamannya selama empat tahun ini. Dalam perjalanannya ke berbagai daerah memang terasa pembangunan yang cepat oleh pemerintah.

Sayangnya, ada persoalan fundamental yang dirasakan oleh masyarakat yang bermuara kepada dua persoalan mendasar, yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit dituntaskan oleh pemerintah daerah. 

“Tetapi sekali lagi, program yang bersifat karitatif dan kuratif tersebut, hanya mengobati gejala dari suatu penyakit yang sesungguhnya,” ujarnya.

Lantaran, persoalan yang sesungguhnya, Indonesia sebagai bangsa telah kehilangan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama, seperti yang pernah dirasakan ketika bangsa ini mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan. 

Belum lagi, dalam Komisi Konstitusi yang dibentuk melalui Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2002 yang bertugas melakukan kajian atas amandemen di 1999 hingga 2002 telah menyinggung hal serupa. Seperti, nihilnya kerangka acuan atau naskah akademik dalam melakukan perubahan Undang- Undang Dasar 1945 sebagai salah satu sebab timbulnya inkonsistensi teoritis dan konsep dalam mengatur materi muatan Undang-Undang Dasar. 

“Ini artinya perubahan tersebut tidak dilengkapi dengan pendekatan yang menyeluruh dari sisi filosofis, historis, sosiologis, politis, yuridis, dan komparatif,” ucapnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan