close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
icon caption
Kolom
Kamis, 13 September 2018 16:52

Politik dua kaki Demokrat

Wajar jika Partai Demokrat membagi hati dan main dua kaki. Tidak ada yang aneh dalam politik.
swipe

Partai Demokrat sedang galau. Bukan hanya karena tidak jadinya AHY menjadi Cawapres Prabowo. Tetapi karena khawatir Partai Demokrat yang dikomandoi oleh SBY suaranya hancur di Pileg yang pelaksanaannya berbaringan dengan Pilpres 2019. Kegalauan itulah yang membuat Partai Demokrat berbagi hati. Satu hati di Prabowo-Sandi dan hati yang lain di Jokowi-Maruf. 

Wajar jika Partai Demokrat membagi hati dan main dua kaki. Tidak ada yang aneh dalam politik. Permainan cinta segitiga –Demokrat, Prabowo-Sandi, dan Jokowi-Maruf— dan permainan dua kaki Partai Demokrat merupakan langkah taktis, strategis, dan rasional. Taktis karena dilakukan secara cepat dalam menghadapi dinamika politik internal kader. Strategis karena memang itulah pilihan yang terbaik dalam menghadapi Pemilu serentak Pileg dan Pilpres di 2019 nanti. 

Juga rasional karena tentu Partai Demokrat sudah memikirkannya dengan matang dan mendalam demi mengamankan dan menaikan suara Demokrat dalam Pileg 2019 mendatang. Juga agar Partai Demokrat menjadi partai yang masih diperhitungkan dalam kancah politik nasional. Pasca AHY tidak menjadi Cawapres Prabowo, Demokrat akan all out dalam Pileg. Urusan Pilpres itu urusan lain. Itu urusan kemudian. 

Permainan berbagi cinta dan dua kaki Partai Demokrat tentu merugikan Prabowo-Sandi. Membuat kubu Prabowo-Sandi meradang. Permainan politik Demokrat yang cantik untuk melakukan bargainning politik dengan Prabowo-Sandi. Sekaligus untuk menyerang balik with soft attack atas kegagalan AHY menjadi Cawapresnya Prabowo. Kegagalan tersebut telah membuat luka di hati Partai Demokrat. Oleh karena itu, wajar jika Demokrat mendua.

Demokrat berbagi hati. Dan Demokrat main dua kaki. 

Dalam pepatah orang barat, berlaku istilah “Do not put eggs in the same basket”. Dan itu juga sepertinya berlaku bagi Partai Demokrat. Jangan simpan telur dalam satu keranjang atau di keranjang yang sama. Jika keranjang tersebut jatuh, maka telurnya akan hancur semua. Dan jika menyimpan telur di keranjang yang berbeda, maka jika satu keranjang rusak atau jatuh, tentu telur di keranjang yang lain akan aman. 

Begitu juga berlaku di dunia politik. Jangan medukung satu pasangan Calon Presiden. Jika bisa dukunglah keduanya. Karena jika mendukung pasangan Calon Presiden tertentu lalu pasangan tersebut kalah, maka nasib politik dalam lima tahun kedepan akan terkatung-katung, tidak jelas, bahkan akan cenderung dikerjai oleh pihak yang menang. Namun jika mendukung keduanya, siapapun yang menang dari kedua Capres dan Cawapres tersebut tentu akan aman. 

Andai harus memilih dua kaki atau satu kaki. Tentu para politisi akan menjawab sambil tersenyum manis. Mereka pasti akan menjawab bermain satu kaki, penuh loyalitas, dan siap memenangkan calon yang sudah disepakati. Namun dalam fakta dan realitanya terkadang berbeda. Terkadang panggang jauh dari api. Ya, panggang jauh dari api. Para politisi akan main satu kaki jika sudah firm betul calon yang didukungnya akan menang. Karena sejatinya politik adalah pilihan untuk menang, berkuasa, lalu berderma untuk masyarakat, bangsa, dan negara.
Atau apa yang dilakukan oleh Partai Demokrat merupakan tafsiran dan pengejewantahan dalam ushul fiqh yang berbunyi “Maa laa yudroku kulluhu, laa yutroku kulluhu”. Jika tidak mendapatkan seluruhnya, maka jangan ditinggalkan seluruhnya.

Artinya jika Capres dan Cawapres yang didukungnya kalah dalam Pilpres 2019 nanti, maka jangan sampai Partai Demokrat dalam Pileg pun kalah dan hancur. Jadi pilihan untuk berkonsentrasi di Pileg, bukan di Pilpres merupakan pilihan dan strategi yang oke dari Partai Demokrat. 

Demokrat tentu tidak mau bunuh diri, hancur, dan karam di Pemilu 2019 nanti. Memenangkan Prabowo-Sandi boleh setengah hati. Namun memenangkan Partai Demokrat dalam Pileg 2019 adalah harga mati. Oleh karena itu, tidak heran jika ada Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat di beberapa provinsi dibiarkan mendukung Jokowi-Maruf Amin, dibiarkan tanpa disanksi. Bahkan dapat dispensasi. Sungguh enak menjadi kader Partai Demokrat. Diberi kebebasan untuk mendukung Jokowi-MA, sambil memenangkan partainya dalam Pileg. Tugas berat, tapi aman dari perpecahan dan pemecatan. 

Untung di Demokrat, rugi di Prabowo-Sandi. Untung karena Demokrat bisa berkreasi berbagi hati dan berbagi kaki. Dan Demokrat tidak akan mati. Sambil menyusun skema dan strtaegi Demokrat akan terus membuat kejutan. SBY dan Demokrat tentu tidak mau direndahkan. Demokrat punya harga diri. Bermain dua kaki dan membagi hati sudah cukup untuk mengangkat pemberitaan Demokrat di media massa. Dan sudah cukup membuat Prabowo-Sandi dalam kebimbangan. 

Rugi bagi Prabowo-Sandi karena dengan Demokrat berbagi hati, maka terlihat kubu Prabowo-Sandi belum bahkan tidak sehati, tidak sejalan, dan tidak kompak. Jika hal ini terus berlanjut, maka tentu akan berbahaya bagi Prabowo-Sandi. Bahaya bisa tidak menang. Tidak ada kemenangan yang dihasilkan dari ketidak kompakan. Bersatu, merapatkan barisan, dan bergandengan tangan adalah keniscayaan bagi kubu Prabowo-Sandi. Kekompakan adalah hal utama. Jika tidak kompak bagaimana mau bicara kemenangan. Kompak dulu baru menang. Bukan menang dulu baru kompak. 

Apapun pilihan Partai Demokrat tentu harus dihargai. Jangan menuduh, menghakimi, apalagi memvonis Demokrat tidak loyal. Politik adalah pilihan. Memilih mengamankan dan memenangkan Demokrat di Pileg lebih penting dari apapun. Termasuk lebih penting dari pemenangan Prabowo-Sandi dalam Pilpres. Luka Demokrat masih berbekas pasca tidak dipilihnya AHY menjadi Cawapres Prabowo. Oleh karena itu, luka tersebut harus dihapus dan disembuhkan oleh Prabowo-Sandi. 

Menyembuhkan luka Demokrat sangat penting bagi kubu Prabowo-Sandi. Agar hati Demokrat bercahaya kembali dan tidak membagi. Pilihan mendua adalah pilihan terbaik bagi Demokrat saat ini. Walaupun memang Demokrat akan dianggap tidak setia. Tak ada loyalitas dalam politik yang ada kepentingan. Jika kepentingan sama, maka akan bersatu. Namun jika kepentingannya berbeda, maka akan berhadap-hadapan. Bagai Dewa Janus yang berwajah dua dalam mitologi Romawi, politik pun bisa berwajah dua. Wajah yang satu bisa di Prabowo-Sandi dan wajah yang lain bisa di Jokowi-MA. 

Tak perlu risau dengan pilihan Demokrat. Itu hak mereka. Main satu kaki atau dua kaki adalah pilihan mereka. Tak ada yang salah dalam politik. Yang salah adalah ketika kita terlalu baper (bawa perasaan) atas sikap Demokrat tersebut. Selama tidak melanggar UU dan hukum apapun bisa dilakukan. Biarlah rakyat yang akan menentukan. Dan biarlah rakyat yang akan menilai sikap Demokrat tersebut. Apakah akan mendukung Demokrat ataukah akan meninggalkannya. Hanya waktu yang akan menjawab. 

img
Ujang Komarudin
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan