Outlook 2021: Stabilitas perbankan, modal pemulihan ekonomi
Sepanjang 2020 di luar perkiraan menjadi tahun terburuk setelah krisis ekonomi 1998/1999. Pandemi meluluhlantakkan hampir semua sektor usaha. Pertumbuhan ekonomi terkontraksi, kemiskinan dan pengangguran melonjak.
Di tengah kemuraman ekonomi, masyarakat masih harus berjuang menghindari ancaman bahaya tertularnya virus Covid-19. Sampai dengan pertengahan Desember jumlah korban meninggal yang tercatat secara resmi sudah lebih dari 18.000 jiwa. Bahkan pandemi di Indonesia masih belum mencapai puncaknya yang terlihat pada terus meningkatnya kasus harian orang-orang yang terinfeksi. Pandemi ini sungguh sebuah bencana.
Peluang bangkit di 2021
Kita bersyukur 2020 segera berlalu. 2021 yang segera datang adalah tumpuan semua harapan. Harapan bahwa pandemi segera berakhir dan kehidupan kita kembali pulih, normal seperti sebelum pandemi. 2021 sekaligus menjadi tahun yang menentukan apakah kebijakan, strategi, dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki atau memulihkan ekonomi berjalan dengan baik.
Harapan yang kita simpan itu tentunya bukan harapan kosong. Banyak faktor pendukung harapan itu bisa diwujudkan. Sudah adanya vaksin bisa menjadi penentu berakhirnya pandemi. Memang kita tidak bisa meninggalkan protokol kesehatan yang menjadi upaya utama mengurangi penyebaran virus covid-19. Tetapi adanya vaksin akan lebih memungkinkan bagi kita untuk mengakhiri pandemi dengan lebih cepat.
Berakhirnya pandemi kemudian akan menjadi titik awal pemulihan ekonomi. Setidaknya ada dua kondisi yang bisa dijadikan argumentasi untuk kita optimis pemulihan ekonomi akan berjalan baik.
Pertama struktur ekonomi Indonesia yang lebih banyak didukung oleh private consumption sementara kontribusi perdagangan internasional terhadap PDB relatif rendah. Kedua, adanya komitmen pemerintah dan otoritas untuk fokus dan berupaya dengan sungguh-sungguh memulihkan ekonomi. Komitmen pemerintah setidaknya sudah ditunjukkan dalam bentuk APBN 2021 yang penuh dengan berbagai insentif untuk bangkitnya ekonomi.
Dengan asumsi pandemi bisa berakhir lebih cepat, misalnya pada triwulan II, maka aktivitas sosial ekonomi bisa diyakini pulih pada awal triwulan III. Hal ini selanjutnya akan diikuti oleh meningkatnya konsumsi selama semester II. Sementara itu, karena penurunan konsumsi year on year pada semester II-2020 cukup besar (diperkirakan sekitar 3%-4%), maka pertumbuhan konsumsi year on year pada semester II-2021 akan menjadi lebih tinggi, sekaligus menutup rendahnya pertumbuhan konsumsi pada semester I-2021 (karena masih adanya pandemi). Dengan demikian pertumbuhan konsumsi keseluruhan 2021 diperkirakan akan di kisaran normalnya yaitu di kisaran 4%-5%.
Pertumbuhan konsumsi di atas selanjutnya akan memicu tumbuhnya kembali investasi. Di sisi lain pulihnya perekonomian global akan meningkatkan harga komoditas dan permintaan ekspor Indonesia. Sehingga tidaklah sulit memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia di 2021 bisa pulih dan tumbuh di kisaran 4%-5%.
Ekonomi Indonesia sesungguhnya berpeluang tidak hanya sekedar pulih, tetapi bisa tumbuh lebih baik. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 sebesar lima persen. Sementara CORE Indonesia lebih optimis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi bisa mencapai enam persen. Syaratnya adalah, kita mampu memanfaatkan momentum pandemi ini untuk melakukan transformasi ekonomi.
Transformasi ekonomi dibutuhkan untuk menggerakkan sisi produksi khususnya sektor manufaktur, karena itulah yang menjadi permasalahan ekonomi kita selama ini. Seperti kita ketahui selama dua puluh tahun terakhir, kita mengalami deindustrialisasi dini, sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan pertumbuhan dan kontribusi sektor manufaktur.
Transformasi ekonomi tidak hanya penting untuk mengejar pertumbuhan lebih tinggi, tetapi mendesak untuk dilakukan karena periode 2021 hingga 2030 yang akan datang adalah puncak dari bonus demografi. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu negarapun yang pada masa puncak bonus demografi, sektor manufakturnya hanya tumbuh 19% dan terus menurun, sementara kontribusinya terhadap GDP hanya 27%.
Peran sektor perbankan
Satu faktor lain yang bisa menjadi modal besar pemulihan ekonomi pada 2021 adalah stabilitas perbankan. 2020 meskipun perekonomian kita jatuh ke jurang resesi, kondisi perbankan relatif stabil dan sehat. OJK berperan besar dalam hal ini. Tanpa kebijakan yang tepat dari OJK, di tengah tekanan yang begitu besar akibat pandemi, sistem perbankan sulit untuk bertahan. Bila sistem perbankan terganggu, program pemulihan ekonomi pada 2021 akan menjadi lebih berat.
Untuk melakukan pemulihan ekonomi di 2021, kita tidak mungkin hanya bergantung pada pemerintah saja. Memang pemerintah akan terus mengeluarkan berbagai stimulus tetapi dipastikan tidak cukup.
Diperlukan peran aktif dari swasta agar konsumsi, investasi dan ekspor bisa kembali tumbuh pada level normalnya. Kita patut bersyukur sampai saat ini sistem perbankan dapat diyakini mampu menjalankan fungsinya sehingga pihak swasta bisa berperan optimal.
Bank Indonesia diperkirakan melanjutkan kebijakan moneter yang longgar pada 2021. Suku bunga acuan masih berpeluang untuk kembali diturunkan. Kebijakan moneter longgar ini akan mendorong perbankan untuk lebih ekspansif meningkatkan penyaluran kredit. Ekspansi kredit oleh perbankan akan berlangsung secara bertahap mengikuti asumsi berakhirnya pandemik dan akan mencapai puncaknya pada akhir 2021.
Secara total, sepanjang 2021 kredit perbankan berpotensi bisa tumbuh double digit. Pulihnya perekonomian pada semester II-2021membuka peluang untuk itu. Sektor-sektor yang tahun ini terpuruk berpotensi jadi penggerak di dalam penyaluran kredit, termasuk sektor pariwisata dan turunannya seperti hotel dan restoran.
Satu catatan penutup. Pulihnya ekonomi pada 2021 tidak mungkin terjadi jika kita gagal menanggulangi pandemi. Vaksin sangat kita butuhkan. Tetapi yang akan lebih menentukan adalah bagaimana meningkatkan kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan.