close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
icon caption
Kolom
Jumat, 12 Juli 2019 23:52

Koperasi, soko guru ekonomi yang terlupakan

Ibarat kata, koperasi saat ini sedang dalam keadaan hidup segan, mati tak mau
swipe

Salah satu pasal dan ayat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang paling membekas dalam
ingatan saya, adalah Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama atas asas kekeluargaan”.

Menurut beberapa ekonom zaman dahulu termasuk Bung Hatta, kegiatan ekonomi yang dibangun berdasarkan kekeluargaan adalah ekonomi dalam bentuk koperasi.

Sebagaimana kita ketahui bersama koperasi merupakan badan usaha berbasiskan anggota yang dibuat untuk kesejahteraan anggota. Hal yang sama ketika kita meneladani pasal 33 ayat 1 UUD 1945.

Koperasi menjadi soko guru ekonomi Indonesia yang mengedepankan asas kekeluargaan menjadi pembeda arah mazhab ekonomi yang saat itu kental dengan mazhab kapitalis dan sosialisnya. Koperasi menjadi titik tengah di antara keduanya. Jadi saat dibahasnya arah ekonomi bangsa, penyusun UUD 1945 mengetahui bahwa Indonesia tidak harus ikut salah satu mazhab melainkan menentukan arah ekonominya sendiri.

Sempat berkibar pada periode 1950-1960 an, kini nasib koperasi tidak ada lagi yang tahu akan
seperti apa. Peran koperasi saat ini tidak lebih dari penggembira dalam perekonomian nasional.

Meskipun kontribusi terhadap PDB diklaim terus meningkat, namun klaim tersebut menurut saya
pribadi juga belum kuat mengingat sistem pendataan di Kementerian Koperasi dan UKM sendiri
masih belum sinkron.

Tendensius kepentingan politik menjadi alasan menarik adanya klaim peningkatan kontribusi koperasi kepada PDB. Kesangsian tersebut dikarenakan tidak ada sejumlah kebijakan penting dalam beberapa tahun terakhir yang menambah kekuatan koperasi.

Program reformasi koperasi yang digalakkan Kementerian Koperasi dan UKM hanya menyasar kepada penonaktifan koperasi yang sudah lama mati dan nakal. Selain itu nyaris tidak terdengar seperti apa program koperasi lainnya.

Koperasi juga dinilai sebagai formalitas pengamalan Pasal 33 UUD 1945 tapi dalam
implementasinya jauh dari harapan. Ibarat kata, koperasi saat ini sedang dalam keadaan hidup
segan, mati tak mau. Jika dibiarkan mati maka pemerintah akan dicap sebagai pembunuh
koperasi, namun dibiarkan hidup pun koperasi di Indonesia tidak berkembang seperti harapan
pencetus Pasal 33 UUD 1945.

Salah satu jenis koperasi yang masih bertahan sampai sekarang yaitu, koperasi simpan pinjam.
Nampaknya tidak lama lagi akan berkurang perannya seiring dengan perkembangan zaman.

Hadirnya fintech lending seakan menjadi senjata penuntas bagi koperasi. Peran koperasi akan
digantikan fintech lending yang semakin membesar perannya dalam urusan pinjam
meminjam dana masyarakat.

Segmentasi pasar yang sama antara fintech lending dan koperasi akan menyebabkan saling sikut antara lembaga keuangan non bank tersebut. Fintech yang hadir dengan memberikan kemudahan administrasi akan lebih mempunyai peluang untuk berkembang dibanding koperasi.

Setelah sekian lama masyarakat mengenal koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia,
masyarakat tampaknya harus siap kehilangan koperasi jika keadaan seperti sekarang masih
berlangsung.

Sangat disayangkan jika koperasi tidak ada peran lagi dalam perekonomian termasuk dalam penyaluran dana. Peran tersebut akan digantikan oleh fintech lending yang terus berkembang.

img
Nailul Huda
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan