Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mendorong penerapan skema pre-financing atau skema pembiayaan untuk rantai pasok pangan berbasis koperasi bisa dijalankan oleh koperasi-koperasi di seluruh Indonesia. Saat ini salah satu koperasi yang sudah menjalankan skema pre-financing ini adalah Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Ittihad, Bandung, Jawa Barat.
Kopontren Al-Ittihad dinilai Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki sebagai contoh koperasi yang berhasil menjalankan skema pre-financing, melalui pemberdayaan petani-petani kecill di sekitar untuk memproduksi sayur dan buah-buahan sejak 1997.
“Dalam pre-financing ini, koperasi diberikan pembiayaan, dan memastikan koperasi membeli produk pertanian hingga 100%, menjadi agregator, serta menyeleksi produk hasil pertanian ke pasar modern,” ujar Teten dalam keterangannya saat mengunjungi Kopontren Al-Ittihad, ditulis Selasa (7/3).
Teten mengungkapkan, sebagai upaya untuk meningkatkan skala usaha dan memperluas rantai pasok Kopontren Al-Ittihad, maka KemenKopUKM melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) pada 2020 memberikan solusi pembiayaan sebesar Rp6,3 miliar.
Kemudian di 2021 dan 2022 pembiayaan meningkat menjadi Rp12 miliar. Penambahan biaya tersebut berhasil mendorong Kopontren Al-Ittihad memperluas jaringan pemasaran, antara lain dengan terhubungnya pada pasar modern seperti PT Lion Superindo, Yogya Departement Store, AEON, hingga Alif Mart.
Menurut Teten, Kopontren Al-Ittihad diharuskan memenuhi kebutuhan permintaan pasar sebanyak 70 ton per hari, sehingga diperlukan perluasan pasokan dari petani petani lainnya yang turut dibina oleh Kopontren Al-Ittihad.
“Yang paling sulit itu adalah produk pertanian seperti sayur mayur karena mudah rusak. Sehingga diperlukan presisi ketepatan waktu pengelolaannya,” kata Teten.
Sebanyak 60% petani kecil, mengolah lahan di bawah setengah hektare untuk memenuhi kebutuhan pasar. Sebelumnya mereka membutuhkan aggregator tradisional seperti pengepul, tengkulak, dan lainnya yang saat ini digantikan posisinya oleh koperasi.
“Sehingga tidak lagi ada isu ketika panen raya, produk pertanian tak terserap sehingga harganya anjlok,” ucap Teten.
Lebih lanjut, Teten membeberkan manfaat adanya Kopontren dengan skema pre-financing ini antara lain menyediakan ekosistem bisnis dari hulu ke hilir dengan mengkonsolidasi petani kecil dan pengusaha untuk bertanam sesuai kepastian pasar hingga kepastian panen.
Lalu ada juga pendampingan, pelatihan, dan pembinaan kemampuan teknis hingga manajemen agrikultur melalui Alif Learning Center (ALEC) dan manajemen keuangan petani yang membantu petani mengelola keuangan, tabungan, dan secara kolektif memitigasi potensi risiko gagal panen.
“Adanya kepastian pasar yang didapatkan oleh para petani melalui Kopontren Al-Ittihad, menumbuhkan kepercayaan perbankan untuk menyalurkan pembiayaan secara langsung pada petani kecil melalui skema KUR Klaster, yang dalam hal ini disalurkan oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI,” kata Teten.
Sebagai informasi, saat ini Kopontren Al-Ittifaq telah berjejaring dengan 90 pondok pesantren, memiliki lebih dari 1.200 anggota yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Lampung, hingga Riau.
Melalui skema pre-financing, Kopontren Al-Ittihad mengalami kenaikan omzet dan aset yang signifikan, yaitu omzet saat ini telah naik 31% dari tahun 2019 menjadi Rp11,91 miliar. Sedangkan untuk aset naik 28% dibandingkan 2019 sehingga saat ini mencapai Rp56,1 miliar.