Dalam pidato pertama sekaligus pengangkatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan memangkas regulasi yang saling tumpang tindih melalui konsep "Omnibus Law". Elemen buruh pun “harap-harap cemas” menanti draf omnibus law di bidang ketenagakerjaan.
Sementara dalam tataran praksisnya, komitmen Presiden tersebut akan menimbulkan banyak persoalan di kalangan masyarakat terutama berkaitan dengan keabsahan omnibus law itu sendiri.
Beda sistem hukum, beda cara
Sebelum Presiden Jokowi mengenalkan omnibus law, Kanada sudah melakukan deregulasi terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan dengan konsep tersebut. Demikian halnya dengan Amerika Serikat (AS) yang membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus yang dikenal dengan istilah omnibus bill.
Jika dilihat dari sistemnya, kedua negara yang menerapkan omnibus law ini termasuk dalam sistem common law, yang tentunya berbeda dengan sistem civil law yang diterapkan Indonesia. Konsep omnibus law dalam negara-negara common law menjadi wajar dilakukan karena memang dalam konsep hukumnya diperbolehkan untuk menghapus sejumlah undang-undang dengan satu undang-undang.
Sementara penghapusan satu undang-undang dengan undang-undang yang lain dalam konsep omnibus law tidaklah dikenal dalam UU 15 tahun 2019 tentang perubahan atas UU 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Didalam konsep UU pembentukan peraturan perundang-undangan hanya dikenal dengan revisi terhadap Undang-undang yang ada.
Taruhlah misalnya terjadi tumpang tindih antara UU yang satu dengan yang lain, maka yang bisa dilakukan dalam negara civil law seperti Indonesia ini menurut UU 15 tahun 2019 adalah merevisi salah satu UU yang dianggap bertentangan tersebut, sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih.
Peluang omnibus law di Indonesia
Meski berbeda sistem hukum, bukan berarti konsep omnibus law tidak bisa diterapkan di Indonesia. Dalam rangka debirokratisasi perizinan dan penyeragaman kebijakan pusat dan daerah untuk mengatasi stagnasi perekonomian di lapisan bawah, ombinus law sangatlah diperlukan. Karenanya, pemberlakuan omnibus law di Indonesia paling tidak harus didasarkan pada dua syarat berikut.
Pertama, konsep omnibus law yang perlu diterapkan di Indonesia bukan dengan membuat satu UU menghapus beberapa peraturan lainnya. Sebaliknya, konsep omnibus law yang seyogyanya diterapkan oleh pemerintah Indonesia adalah pembuatan suatu UU yang bisa menghapus pasal-pasal di beberapa peraturan yang saling bertentangan. Sehingga keberadaan suatu UU yang ada, masih tetap berlaku sepanjang tidak direvisi.
Kedua, memasukkan konsep omnibus law dalam revisi UU 15 tahun 2019, agar pemberlakuan omnibus law tidak hanya terjadi pada UU yang mengatur investasi UMKM dan Cipta lapangan kerja. Sebaliknya, omnibus law membuka peluang lahirnya produk hukum lainnya untuk mengatasi berbagai ketumpangtindihan regulasi seperti pada persoalan Ibu Kota yang masih diatur dibeberapa UU, definisi usia di UU pemilu yang berbeda dengan pengaturan usia di UU perkawinan serta UU perlindungan anak.
Karenanya, perlu diedukasi pemerintah kepada masyarakat mengenai konsep omnibus law. Jangan sampai konsep ini hanya dimaknai sebagai upaya perampingan regulasi dari sisi jumlah dengan menyederhanakan peraturan saja. Akan tetapi omnibus law harus dilihat sebagai konsistensi dan kerapihan pengaturan dalam sistem ketatanegaraan.