close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Kota Jakarta di malam hari./Foto katon765/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi Kota Jakarta di malam hari./Foto katon765/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Selasa, 17 September 2024 06:07

Polusi cahaya malam hari tingkatkan risiko penyakit alzheimer

Menurut para peneliti, risiko tersebut besar pengaruhnya terhadap orang di bawah 65 tahun.
swipe

Cahaya buatan di malam hari, seperti lampu-lampu di jalanan dan gedung-gedung tinggi, menjadi ciri khas kehidupan perkotaan yang memberikan keamanan dan kemudahan beraktivitas. Namun, paparan cahaya buatan yang terlalu sering, menurut studi yang dikerjakan para peneliti dari Rush University Medical Center, diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Neuroscience (September, 2024), dapat menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit alzheimer, terutama bagi kalangan orang-orang yang masih muda.

Alzheimer adalah penyakit degeneratif, yang ditandai dengan penurunan daya ingat. Jika dibiarkan tanpa penanganan, alzheimer bisa menyebabkan demensia—penurunan kemampuan mengingat, berkomunikasi, dan beraktivitas.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum, berkontribusi pada 60% hingga 70% kasus. Dikutip dari situs web Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi penyakit alzheimer di Indonesia sekitar 27,9%. Lebih dari 4,2 juta penduduk menderita demensia.

Diketahui, dilansir dari PsyPost paparan cahaya di malam hari mengganggu ritme sirkadian alami tubuh—proses internal yang mengatur siklus tidur dan bangun. Gangguan sirkadian telah dikaitkan dengan masalah kesehatan, seperti insomnia, obesitas, depresi, dan penyakit jantung.

Para peneliti menemukan korelasi yang signifikan antara tingkat polusi cahaya di luar ruangan yang lebih tinggi dengan tingkat penyakit alzheimer di berbagai wilayah di Amerika Serikat. Mereka menganalisa prevalensi penyakit alzheimer di seluruh wilayah Amerika Serikat, dengan fokus pada data dari tahun 2012 hingga 2018.

Mereka menggabungkan data prevalensi penyakit alzheimer dari catatan Centers for Medicare and Medicaid Services (CMS) dengan pengukuran intensitas cahaya malam hari berbasis satelit. Para peneliti juga memperhitungkan faktor-faktor penting yang bisa memengaruhi tingkat alzheimer, seperti usia, jenis kelamin, ras, dan kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti diabetes, penyakit jantung, dan obesitas.

Kemudian, para peneliti membandingkan prevalensi penyakit alzheimer di wilayah dengan paparan cahaya malam paling terang dan paling gelap untuk mencari pola dan tren di semua data. Hasilnya, negara bagian dan daerah dengan tingkat cahaya buatan yang paling tinggi di malam hari secara konsisten memiliki tingkat penyakit alzheimer yang lebih tinggi pula. Mereka mengamati berbagai kelompok usia, termasuk orang-orang di bawah 65 tahun, kelompok usia yang biasanya kurang terkait dengan alzheimer.

“Penelitian kami menunjukkan, di Amerika Serikat terdapat hubungan antara prevalensi penyakit alzheimer dan paparan cahaya di malam hari, khususnya pada mereka yang berusia di bawah 65 tahun,” kata salah seorang peneliti yang merupakan profesor madya di Rush University Medical Center, Robin Voigt-Zuwala dalam PsyPost.

Saat para peneliti mengamati faktor risiko lain, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan obesitas, mereka tetap menemukan polusi cahaya punya kaitan erat dengan penyakit alzheimer. Menariknya, kaitan itu kuat pada populasi yang lebih muda.

“Gen tertentu memengaruhi penyakit alzheimer dini, memengaruhi pula respons terhadap stresor biologis yang dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap dampak paparan cahaya malam hari,” kata Voigt-Zuwala dalam PsyPost.

“Selain itu, orang yang lebih muda cenderung tinggal di daerah perkotaan dan memiliki gaya hidup yang dapat meningkatkan paparan cahaya di malam hari.”

Akan tetapi, peneliti dari University of New South Wales dan Neuroscience Research Australia (NeuRA) Nikke-Anne Wilson yang tidak terlibat dalam penelitian itu mengatakan, masih harus dilihat apakah paparan cahaya di malam hari benar-benar faktor risiko alzheimer.

“Terlalu dini untuk mengatakan apakah polusi cahaya dapat berkontribusi terhadap risiko alzheimer. Namun, kita tahu, kebiasaan tidur yang baik dikaitkan dengan manfaat kesehatan yang lebih luas,” kata dia kepada Medical News Today.

“Tidur memainkan peran penting dalam membersihkan protein yang terkait dengan penyakit alzheimer, yang dikenal sebagai amiloid-beta dari otak. Jika tidur terganggu karena hal-hal seperti cahaya, kemampuan otak kita untuk membersihkan protein ini akan berkurang.”

Di sisi lain, direktur senior program ilmiah di Alzheimer’s Association, Claire Sexton yang juga tak terlibat dalam penelitian itu mengatakan, riset tersebut hanya memperhitungkan paparan cahaya malam di luar ruangan. Bukan di dalam ruangan, yang juga dapat berkontribusi pada gangguan tidur. Padahal, cahaya biru dari perangkat elektronik, yang biasa digunakan saat di dalam ruangan, bisa menjadi sumber utama masalah tidur.

“Cahaya biru mempromosikan kewaspadaan dan terjaga. Ketika Anda menggunakan perangkat elektronik di malam hari, ini dapat menyebabkan kesulitan untuk tertidur. Sebagian besar ponsel dan komputer memiliki pengaturan untuk memblokir cahaya biru selama jam malam,” kata Sexton kepada Everyday Health.

Kepada Medical News Today, ahli saraf di Providence Saint John’s Health Center, Clifford Segil juga meragukan penelitian ini. Dia mengatakan, perlu lebih banyak penelitian untuk membuktikan temuan bahwa paparan cahaya di malam hari adalah faktor risiko penyakit alzheimer.

“Sebagai seorang ahli saraf, saya merasa sulit menyetujui bahwa pasien yang begadang di malam hari dengan cahaya akan meningkatkan risiko mereka terkena alzheimer di kemudian hari. Paparan cahaya di malam hari bukanlah faktor risiko alzheimer yang diterima secara umum,” kata dia kepada Medical News Today.

Meski demikian, para peneliti menduga memang gangguan tidur dan ritme sirkadian yang kemungkinan terlibat dalam risiko penyakit itu. Gangguan tidur dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk penurunan kognitif. Dan cahaya buatan di malam hari, diketahui pula menganggu siklus tidur-bangun alami tubuh.

“Kesadaran akan hubungan tersebut harus menyadarkan masyarakat, terutama mereka yang memilki faktor risiko penyakit alzheimer untuk mengubah gaya hidup,” kata Voigt-Zuwala dalam PsyPost.

“Perubahan yang mudah diterapkan termasuk menggunakan tirai antitembus cahaya atau tidur dengan penutup mata. Ini berguna terutama bagi mereka yang tinggal di daerah dengan polusi cahaya yang tinggi.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan