Selama hampir setengah abad, orang disarankan untuk menghindari produk hewani tinggi kolesterol, seperti mentega atau telur. Sebab, makanan ini dianggap bisa meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Akan tetapi, penelitian Donna Kritz-Silverstein dan Ricki Bettencourt dari University of California San Diego yang diterbitkan di jurnal Nutrients (2024) mematahkan mitos itu.
Dikutip dari Health, para peneliti mengambil data dari 890 orang dewasa (357 pria dan 533 perempuan) yang berpartisipasi dalam Rancho Bernardo Study—sebuah penelitian kohort observasional jangka panjang berbasis komunitas. Semua peserta berusia di atas 55 tahun, dengan usia rata-rata antara 70 dan 72 tahun.
Asupan telur peserta antara tahun 1988 dan 1991 dinilai lewat kuesioner frekuensi makanan. Para peneliti juga memberikan tes kinerja antara tahun-tahun tersebut, yang menilai fungsi kognitif umum, seperti bahasa, orientasi, perhatian, ingatan, fungsi eksekutif, fleksibilitas mental, dan pelacakan visuomotor. Kemampuan-kemampuan ini dinilai ulang antara tahun 1992 dan 1996.
Para peneliti menemukan, 14% pria dan 16,5% perempuan melaporkan tidak pernah makan telur. Sebaliknya, 7% pria dan hampir 4% perempuan melaporkan mengonsumsi telur lebih dari lima kali per minggu.
Secara umum, pria memiliki tingkat konsumsi telur yang lebih tinggi daripada perempuan—lebih mungkin mengonsumsinya dua hingga empat kali atau lebih dari lima kali per minggu.
“Dari 533 perempuan, mereka yang melaporkan makan lebih banyak telur menunjukkan penurunan yang lebih sedikit dalam memori jangka pendek maupun panjang. Namun tidak ditemukan hubungan serupa bagi pria yang makan lebih banyak telur,” tulis Science Alert.
“Meski begitu, analisis data lain menggunakan basis data yang sama dari kelompok berbeda menunjukkan, pria yang makan lebih banyak telur mendapatkan nilai yang lebih baik pada tes kognitif.”
Walau para peneliti belum dapat menjelaskan perbedaan dampak konsumsi telur antara pria dan perempuan, tetapi Kritz-Silverstein mengatakan, hal ini bisa disebabkan perbedaan tingkat diabetes, pendidikan, olahraga, merokok, dan konsumsi alkohol antargender.
Menurut Science Alert, faktanya telur adalah makanan rendah lemak, tinggi protein, dan kaya nutrisi yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh—sebuah efek yang membantu melindungi kita dari penurunan kognitif.
Selain kaya protein, dalam penelitian mereka, Kritz-Silverstein dan Bettencourt menyatakan, telur kaya asam amino dan kolesterol. Faktor-faktor ini yang kemungkinan berperan dalam menjaga struktur dan fungsi neuron di otak.
Telur juga mengandung karetenoid, yang dikaitkan dengan peningkatan kinerja kognitif, serta kaya kolin, yang merupakan prekursor neurotransmitter penting.
“Mereka yang memiliki asupan kolin lebih tinggi dan mereka yang memiliki konsentrasi plasma kolin yang lebih tinggi, punya nilai yang lebih baik dalam beberapa ukuran fungsi kognitif,” kata Kritz-Silverstein dan Bettencourt.
Di sisi lain, dilansir dari Health, meski telur sering dipandang negatif karena kandungan kolesterolnya yang tinggi—satu butir telur mengandung sekitar 200 miligram kolesterol—para peneliti menyatakan, kebanyakan orang dapat mengonsumsi satu hingga dua telur per hari tanpa membahayakan kesehatan jantung. Meski begitu, banyak makanan lain yang mungkin juga mendukung kognisi.
“Makanan kaya antioksidan, seperti beri, bayam, dan kacang-kacangan, membantu melawan peradangan dan stres oksidatif, yang dapat mempercepat penuaan dan penyakit neurodegeneratif,” ujar ahli gizi Amy Davis kepada Health.
“Kunyit bisa sangat bermanfaat untuk memori dan pertumbuhan sel baru di otak.”