close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bantuan sosial. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi bantuan sosial. Foto Pixabay.
Bisnis
Senin, 28 Oktober 2024 18:14

Tantangan subsidi langsung dengan teknologi digital

Presiden Prabowo Subianto akan mengubah penyaluran subsidi menjadi subsidi langsung dengan memanfaatkan teknologi digital.
swipe

Presiden Prabowo Subianto memiliki sejumlah langkah dalam bidang ekonomi. Salah satunya adalah merombak penyaluran subsidi dan bantuan sosial (bansos) menjadi subsidi langsung ke penerima bantuan.

Prabowo memastikan subsidi bagi masyarakat miskin tepat sasaran melalui skema penyaluran langsung dengan memanfaatkan teknologi. Dengan langkah ini, subsidi bisa sampai ke keluarga yang membutuhkan bukan justru ke pihak lain.

"Kita harus berani meneliti dan kalau perlu kita ubah subsidi itu harus langsung kepada keluarga-keluarga yang membutuhkan. Dengan teknologi digital kita akan mampu menyalurkan subsidi sampai ke setiap keluarga yang membutuhkan. Tidak boleh aliran-aliran bantuan itu tidak sampai ke mereka yang butuh itu," kata Prabowo.dalam pidatonya setelah dilantik menjadi Presiden periode 2024-2029 di Gedung MPR, Jakarta, Minggu (20/10).

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Galau D. Muhammad mengatakan penyaluran subsidi langsung secara digital membuat mekanisme menjadi efisien. Namun, skema ini akan menemui kendala karena rendahnya angka aksesibilitas digital di desa-desa.

Selain itu, ketepatan sasaran juga menjadi tantangan lantaran masih terdapat tumpang tindih data antara Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan sumber data pendukung lainnya. 

P3KE dan DTKS adalah program pemerintah yang menyoroti tentang tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia secara nasional. Keduanya mengelompokkan keluarga atau rumah tangga di Indonesia dalam urutan desil. Desil 1 menunjukkan kondisi kelompok kesejahteraan yang paling rendah. Persamaan keduanya yaitu memiliki andil untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Data P3KE dan DTKS dipakai sebagai rujukan pemberian bantuan sosial dan pemberdayaan.

“Pada prinsipnya social assistance menjadi bantalan supaya masyarakat rentan terfasilitasi pemenuhan kebutuhan dasarnya. Masyarakat yang lebih mapan akan memengaruhi bagaimana pasar dapat bekerja lebih baik,” katanya kepada Alinea.id, Selasa (22/10).

Keamanan dan Kebocoran data

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha menjelaskan, digitalisasi sistem informasi bantuan sosial sudah dimiliki oleh Kementerian Sosial. Namun, dia menduga data yang dipergunakan untuk penyaluran bantuan sosial hanya bersumber dari satu data saja, yaitu yang dikumpulkan oleh tim surveyor lapangan Kementerian Sosial yang juga berasal dari pengurus rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) setempat.

Kondisi itu terbilang rawan, karena terdapat manipulasi data. Misalnya, orang yang seharusnya tidak berhak mendapatkan bantuan sosial baik itu sudah meninggal dunia maupun tidak di bawah garis kemiskinan masuk sebagai daftar penerima bantuan sosial.

“Idealnya data yang dimiliki merupakan agregat dari data lainnya seperti BPS (Badan Pusat Statistik) serta data milik pemerintahan lainnya termasuk data perbankan sehingga bisa dipastikan bantuan sosial diberikan kepada orang yang tepat dan memang membutuhkan,” katanya kepada Alinea.id, Kamis (24/10).

Menurutnya, saat ini sistem developer dalam negeri sangat memiliki kompetensi dalam membuat sebuah sistem informasi seperti sistem bantuan sosial ini. Namun yang menjadi kendala adalah kurangnya kesadaran dalam menerapkan sistem keamanan yang baik.

Sistem informasi seharusnya dibuat dengan memastikan source code dari sistem informasi yang dibuat tidak memiliki celah keamanan, menerapkan enkripsi untuk mengamankan data, hingga pengamanan akses. Juga, memperhatikan soal infrastruktur.

"Ketika salah satu tidak diperhatikan dengan baik, maka bisa dimanfaatkan oleh peretas untuk meluncurkan serangan siber dan berusaha mencuri data atau merusak sistem informasi," katanya.

Lebih lanjut, ia melihat pemberian bantuan sosial yang bersifat tunai saat ini memang sudah menggunakan nomor kartu tanda penduduk (KTP) seperti di Amerika Serikat (AS) yang menggunakan social security number (SSN). Sayangnya, di Indonesia masih sering terjadi kebocoran data pribadi sehingga nomor KTP berserta data lainnya rawan untuk disalahgunakan. KTP elektronik alias e-KTP juga bisa dibuat duplikat. 

Ia menyarankan, untuk mencegah penyalahgunaan data milik orang lain, maka perlu penerapan verifikasi sekunder baik dengan menggunakan dokumen lainnya. Opsi lain, mengubah sifat bantuan sosial yang semula tunai menjadi nontunai.

“Verifikasi lanjutan dilakukan oleh pihak perbankan pada saat penerima bantuan akan menarik bantuan sosial yang diterimanya dari teller perbankan,” katanya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan