DPR dan pemerintah tengah merumuskan sejumlah strategi untuk mencegah kenaikan harga tiket pesawat jelang akhir tahun. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjanjikan harga tiket pesawat sudah turun sebelum liburan Natal dan Tahun Baru 2025.
"Saya berharap bisa segera (harga tiket pesawat turun). Kita punya target-target kemarin. Dalam satu dua minggu ke depan ini, kita akan percepat prosesnya," ujar AHY usai melantik unit kerja baru di Gedung Kemenko IPK di Jakarta, Jumat (15/11) lalu.
AHY mengaku sudah menggelar rapat koordinasi dengan Kemenko Perekonomian untuk membahas upaya penurunan harga tiket pesawat. Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, dan Kementerian Pariwisata juga dilibatkan dalam upaya memangkas harga tiket.
Menurut AHY, setidaknya ada sejumlah komponen harga tiket pesawat yang saat ini tengah dievaluasi untuk diturunkan, semisal harga avtur dan pengenaan pajak.
"Kita juga bicara tentang supply and demand, antara kebutuhan penerbangan atau pun kebutuhan masyarakat di akhir tahun ini. Tapi, kita juga dihadapkan pada ketersediaan pesawat," kata politikus Partai Demokrat itu.
Mahalnya harga tiket jelang hari raya jadi keluhan rutin masyarakat dan warganet selama beberapa bulan terakhir. Harga tiket pesawat untuk domestik bahkan kerap jauh lebih mahal ketimbang harga tiket untuk tujuan internasional. Harga tiket ke sejumlah wilayah di Papua bahkan bisa mencapai Rp4 juta untuk satu perjalanan.
Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan kenaikan harga tiket pesawat terutama kerap dipengaruhi kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan retribusi bandara. Harga asli tiket pesawat itu sendiri sejatinya relatif tidak berubah sejak 2019.
"Tahun 2019 PPN-nya 10%, 2022 menjadi 11%, dan nanti tahun 2025 akan menjadi 12%. Jadi, kalau ada yang berpendapat tiket pesawat sering naik, itu tidak benar. Yang naik adalah PPN dan retribusi bandara yang dititipkan pada tiket pesawat," kata Alvin kepada Alinea.id, Senin (18/11).
Menurut Alvin, kebijakan menaikan PPN dan retribusi bandara itu hanya berlaku untuk penerbangan domestik. Penerbangan ke luar negeri tidak dibebani PPN dan retribusi. Itulah kenapa harga tiket ke luar negeri kerap jauh lebih murah ketimbang harga tiket domestik.
"Itu aneh kan? Jadi, seolah-olah pemerintah justru memberi semangat agar kita jalan-jalan ke luar negeri, jangan dalam negeri. Demikian juga untuk avtur. Pesawat yang untuk penerbangan domestik avturnya dikenakan PPN, sedangkan penerbangan ke luar negeri tidak dikenakan PPN," jelas Alvin.
Menurut Alvin, pemerintah tidak perlu menggelontorkan subsidi untuk menurunkan harga tiket. Sebagai solusi, ia mengusulkan penghapusan PPN tiket, PPN avtur, dan pajak impor komponen suku cadang pesawat tahun depan.
"Itu bisa turun sekitar 15-17%.Kemudian untuk rute-rute daerah terpencil, sudah sejak dulu itu disubsidi pemerintah, yang kita kenal dengan rute perintis. Itu biaya terbangnya sangat murah. Dari Sorong-Ke Raja Ampat itu hanya Rp250 ribu-Rp300 ribu," jelas dia.
Penurunan harga tiket, lanjut Alvin, hanya mungkin terjadi bagi penerbangan dengan pesawat jet. Rute-rute yang melayani daerah terpencil menggunakan pesawat baling-baling bakal sulit dipangkas harga tiketnya.
"Biaya angkutnya itu memang per kilometer. Per kursinya lebih mahal daripada kalau diangkut dengan pesawat jet. Jam operasi bandara-bandara di wilayah timur Indonesia ini juga terbatas. Banyak yang jam 5 sore sudah tutup sehingga utilisasi atau jam kerja pesawat ini juga terbatas. Ini membuat biaya operasional maskapai penerbangan juga menjadi lebih tinggi," tuturnya.
