close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pesawat. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi pesawat. Foto Freepik.
Bisnis
Selasa, 01 Oktober 2024 17:28

Menyoal mahalnya tiket pesawat: Monopoli avtur dan kartel harga

Mahalnya harga avtur dituding sebagai penyebab tiket pesawat mahal.
swipe

Berawal dari keluhan masyarakat terkait mahalnya tiket harga pesawat, pemerintah berembuk agar bisa lebih terjangkau. Salah satunya, membuka peluang multiprovider avtur atau mendorong swasta masuk sehingga bisa menekan harga bahan bakar angkutan terbang tersebut.

Masyarakat menyambat biaya perjalanan domestik lebih mahal ketimbang ke luar negeri. Misalnya, tiket pesawat dari Jakarta ke Singapura jauh lebih murah dibandingkan ke Bali. Tak jarang, mereka lebih memilih bepergian ke luar negeri.

Peneliti Center of Reform on Economics (Core), Eliza Mardian melihat, porsi avtur merupakan yang terbesar untuk menentukan harga tiket pesawat. Kontribusinya bisa mencapai separuh dari harga tiket.

Saat ini pengelolaan avtur hanya dilakukan oleh Pertamina. Sementara produksinya masih mengandalkan impor minyak mentah yang harganya berfluktuasi di kancah internasional.

Kemudian pada sisi distribusi, terkendala karena kondisi geografis Indonesia yang tidak diimbangi oleh pembangunan infrastruktur. Depo di sekitar bandara dianggap kurang memadai. Dus, harga avtur di tiap bandara bisa berbeda-beda.

"Jika pemerintah ingin membuka skema multiprovider, maka dapat mengundang investasi untuk di daerah yang masih relatif mahal, menyuplai daerah yang masih relatif sulit dijangkau Pertamina. Dengan adanya kebijakan tersebut, akan menguntungkan industri penerbangan kita dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Pertamina tetap dapat bersaing secara sehat,” ujarnya kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu.

Mahalnya harga avtur sempat dilontarkan oleh CEO Capital A Berhad yang menaungi maskapai AirAsia, Tony Fernandes. Menurut Fernandes, harga avtur yang dijual Pertamina di Indonesia paling mahal di Asia Tenggara atau ASEAN.

Dalam pernyataannya, Tony juga menyampaikan, tingginya harga avtur di Indonesia menyebabkan harga tiket pesawat rute domestik menjadi lebih mahal dibandingkan perjalanan ke luar negeri walau jaraknya lebih jauh.

Terkait hal tersebut, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari sebelumnya membantah hal tersebut. Menurutnya, harga avtur yang dijual Pertamina kompetitif. Ia juga menyatakan, Pertamina menjual avtur sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.

Tak hanya avtur

Berdasarkan laman https://onesolution.pertamina.com/Price per 8 September 2024, diketahui harga avtur yang dijual Pertamina berbeda pada setiap bandara. Perhitungan rata-rata berada di titik Rp15.000 per liter.

Lebih lanjut Eliza menyampaikan, untuk menurunkan harga tiket pesawat perlu pengkajian dari sisi lainnya. Misalnya meninjau kembali pungutan pajak berlapis sehingga bisa berdampak pada efisiensi. Pemerintah diharapkan tidak hanya terpaku pada sisi avtur saja.

“Untuk menurunkan harga tiket ini enggak bisa dari sisi avtur saja, memang avtur memiliki porsi terbesar dalam pembentukan tiket pesawat, tetapi biaya lainnya pun perlu ditinjau ulang dan diefisiensikan,” tuturnya.

Sementara, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Budi Joyo Santoso melihat, selain mahalnya harga avtur dan distribusi avtur yang masih tertutup atau dimonopoli, mahalnya tiket pesawat juga dipengaruhi oleh faktor lain. Yakni, komponen pajak serta perilaku pelaku usaha.

Berbagai upaya telah dilakukan KPPU untuk menurunkan harga tiket pesawat. Dalam faktor pembentuk harga avtur, KPPU telah menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) untuk mengevaluasi adanya konstansa yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara. 

Pihaknya menilai, dalam konstanta sebesar Rp3.581 per liter tersebut, sudah terdapat beberapa komponen yang sudah tidak relevan, misalnya penggunaan acuan harga terjauh bagi pengangkutan dan penyimpanan. 

Terkait distribusi, ada Peraturan BPH MIGAS No.13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara mengarah pada monopoli oleh Pertamina, dan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke pasar jika tidak bekerja sama dengan Pertamina. 

“Dengan avtur sebagai pembentuk sekitar 40% dari harga tiket, maka membuka pasar avtur akan dapat menurunkan harga bahan bakar tersebut,” ujarnya saat dikonfirmasi Alinea.id, Selasa (1/10). 

Menurutnya, komponen pembentuk harga yang besar lainnya adalah biaya pemeliharaan pesawat yang mencapai sekitar 15% dari harga tiket. Komponen pesawat saat ini masih didatangkan dari luar negeri, sehingga dikenakan bea masuk. 

Selain itu, menurunkan biaya komponen juga merupakan solusi yang harus ditempuh. Untuk itu, KPPU akan berkoordinasi dengan lintas lembaga untuk melihat kembali berbagai kebijakan yang mendasari pembentukan harga. 

Kartel tiket pesawat

Mahalnya harga tiket juga disebabkan oleh perilaku pelaku usaha. Dalam Putusan KPPU terkait kartel tiket yang dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung, para maskapai terlapor diwajibkan untuk melaporkan setiap perubahan kebijakannya yang berkaitan dengan persaingan kepada KPPU. Ini ditujukan agar mencegah adanya perilaku antipersaingan yang dilakukan oleh para maskapai.

"Namun sayangnya Lion Group tidak patuh atas putusan, sehingga patut diduga ketidakpatuhan tersebut mengarah pada perilaku antipersaingan," katanya. 

Dia bilang, KPPU telah mulai melakukan penyelidikan awal untuk membuktikan adanya pelanggaran undang-undang oleh Lion Group. Jika terbukti melanggar, KPPU dapat menjatuhkan denda paling banyak sebesar 50% dari keuntungan bersih atau paling banyak sebesar 10% dari total penjualan pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran.

Perkara kartel tiket pesawat sudah diusut KPPU sejak 2020 lalu. Ada tujuh maskapai yang menjadi terlapor, yakni PT Garuda Indonesia (Persero), PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi. Seluruhnya diduga terlibat dalam kartel harga jasa angkutan udara.

KPPU pun sudah menjatuhkan sanksi kepada para maskapai dalam bentuk kewajiban untuk melaporkan setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha serta harga tiket selama dua tahun, sebelum pengambilan keputusan. 

Namun, dari ketujuh maskapai tersebut, hanya PT Lion Group yang terdiri atas PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi yang dinyatakan tidak kooperatif, tidak hadir dalam pemanggilan, serta tidak memberikan dokumen yang diminta oleh KPPU.

Putusan tersebut diajukan keberatan hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA). Terakhir, MA memenangkan KPPU melalui Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1811 K/Pdt.SusKPPU/2022.

 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan