Agar Gen Z tak terjebak gaya hidup ‘self reward’
Generasi Z atau dikenal Gen Z menjadi bagian dari masyarakat produktif yang kerap disorot karena berbagai citranya. Salah satunya, adalah kebiasaan boros yang membuat generasi yang lahir dalam rentang 1995 sampai 2010 ini dinilai tak pandai mengelola keuangan. Lantas apa yang harus dilakukan Gen Z untuk menjaga arus keuangannya stabil untuk jangka panjang?
Selain dikenal boros dengan gaya hidup ‘self reward’ atau hadiah kepada diri sendiri atas pencapaiannya, Gen Z bahkan kerap hidup di luar batas kemampuan finansialnya. Memang, rata-rata usia produktif Gen Z yang masih berkepala dua dinilai belum cukup pengalaman mengelola penghasilannya.
Pemborosan gaya hidup berlabel self reward acap kali dilakukan tanpa memperhatikan penghasilan dan pengelolaan keuangan yang baik. Sering kali, generasi yang lahir pada akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21 ini mencampuradukkan penghasilan untuk biaya sehari-hari dengan gaya hidup yang tidak terlalu penting dan hanya sekadar untuk bersenang-senang.
“Miliki anggaran khusus untuk self reward, dalam rekening terpisah dan hanya gunakan itu, tidak mengambil dari rekening tujuan lain. Jika dana di rekening tersebut belum mencukupi untuk self reward, isi dulu secara bertahap, dan jangan gunakan utang,” kata Kepala Perencana Keuangan dari OneShildt Financial Independence Agustina Fitria Aryani kepada Alinea.id, Selasa (31/10).
Sedangkan untuk tujuan yang lebih prioritas, buat sistem otomatis debet rekening ke akun khusus misalnya akun investasi. Ia juga membagikan tips khususnya kepada Gen Z yang belum menikah. “Prioritas utama adalah menyiapkan dana darurat, yaitu dana yang stand by di rekening untuk hidup selama minimal 3 bulan agar hidup tetap tercukupi saat ada PHK atau kondisi darurat seperti biaya RS yang tidak ter-cover BPJS Kesehatan/asuransi, keluarga yang butuh bantuan segera, atau kerusakan kendaraan yang harus segera diperbaiki,” kata Fitri.
Dia mengatakan bagi Gen Z yang belum menikah harus melakukan investasi agar penghasilan yang didapat menjadi lebih bermanfaat dan tidak terhamburkan. Gen Z perlu mulai berinvestasi terutama untuk tujuan jangka panjang. Misalnya, untuk persiapan Dana Hari Tua (selain program Pensiun yang disediakan oleh perusahaan).
“Meskipun masih usia 20-an tahun, sangat disarankan mulai menyisihkan untuk Dana Hari Tua agar tidak memberatkan saat nanti sudah punya tanggungan lain, misalnya biaya untuk anak,” ucapnya.
Sandwich generation
Sementara itu, bagi Gen Z yang juga sandwich generation pengelolaannya pun berbeda. Karena selain biaya untuk diri sendiri, Gen Z juga membiayai keluarganya untuk kehidupan sehari hari. Baik untuk biaya sekolah adik, biaya dapur, listrik, dan lain sebagainya. Karenanya, penting bagi Gen Z sandwich generation untuk belajar mengelola keuangan agar segala kebutuhan dapat terpenuhi.
“Untuk Gen Z sandwich generation, miliki dana darurat yang lebih besar, 4-6 kali kebutuhan hidup setiap bulan, lakukan dengan mengisi rekening dana darurat minimal 10% setiap bulan hingga mencapai target 4-6 kali kebutuhan bulanan,” sebut Fitri.
Dia juga menyarankan agar Gen Z ini harus memiliki proteksi kesehatan untuk semua yang menjadi tanggungan, minimal sebagai peserta BPJS Kesehatan. Lalu, lakukan investasi rutin untuk tujuan-tujuan keuangan prioritas, terutama yang akan menunjang peningkatan skill atau kompetensi.
“Agar penghasilan lebih cepat meningkat untuk meng-cover biaya hidup tiap bulannya” kata Fitri.
Adapun Perencana keuangan Safir Senduk meminta agar Gen Z dapat mengubah mindset bahwa sandwich generation merupakan cara untuk membalas budi kepada orang tua yang selama ini sudah merawat.
“Tidak harus bisa merawat secara fisik, tetapi secara finansial juga tidak apa-apa. Apabila penghasilan kita lebih, maka tidak apa-apa kita selalu membiayai orang tua, namun jika penghasilan kita pas maka ada alternatif lain,” Misalnya, mengendalikan pengeluaran di pos-pos lain, lalu coba juga pertimbangkan untuk mencari penghasilan tambahan," ungkapnya kepada Alinea.id, Selasa (31/10).
Dia menambahkan masih banyak kesalahan gen Z dalam mengelola penghasilannya. Sehingga, alih-alih dapat memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri, hal tersebut justru melibatkan mereka dalam kesulitan dan pemborosan. Dia menekankan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Gen Z, yaitu empat pos pengeluaran yang harus diutamakan.
Mulai dari mengatur cicilan utang, menabung dan berinvestasi, membuat asuransi, dan mengatur biaya kehidupan.“Cicilan utang itu maksimal 30% dari pendapatan, jadi katakan ada Gen Z yang berpenghasilan Rp5 juta sebulan maka maksimal Rp1,5 juta untuk membayar cicilan utang. Kemudian tabungan dan investasi minimal 10% kalau lebih boleh malah lebih bagus, lalu asuransi 10%, dan biaya hidup 50% termasuk ngopi, beli kebutuhan, dan termasuk keinginan,” bebernya.
Menariknya, dari keempat pos tersebut, umumnya Gen Z banyak yang belum punya asuransi. Safir menilai mereka belum terpikir akan pentingnya asuransi. Safir menekankan asuransi menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh Gen Z karena dari asuransi tersebut dapat ditambahkan ke dalam tabungan dan investasi menjadi sebesar 20%.
“Jadi kalau Gen Z punya asuransi itu 10% bisa ditambahkan ke tabungan dan investasi jadi 20%,” tambah dia.
Pilih instrumen
Selain itu, instrumen investasi lainnya yang dapat dimiliki oleh gen Z adalah tabungan berjangka. Di mana Gen Z dapat menyisihkan uang setiap bulan dan akan dikunci, lalu dapat diambil kembali setelah sekian tahun. Tentunya, nasabah akan mendapat bunga yang lebih besar dibanding dengan bunga tabungan biasa.
Di era yang serba modern ini, Gen Z juga dapat membeli emas digital melalui marketplace via aplikasi di handphone. Nasabah akan mendapatkan saldo bunga seperti tabungan di bank namun yang tertulis disini adalah jumlah gram dari emas yang sudah dibeli
“Ada yang namanya obligasi, obligasi itu adalah investasi di mana uang kita dipinjam oleh pihak penerbit surat obligasi, setelah sekian tahun uang kita akan dikembalikan. Tapi selama obligasi itu belum jatuh tempo kita akan mendapat pengembangan bunga yang besarnya sekian persen dari harga obligasinya,” jelas Safir.
Kemudian, instrumen yang keempat ini adalah saham, yang juga bisa dibeli secara digital melalui aplikasi di smartphone. “Hanya kesalahan banyak Gen Z ketika mereka beli saham, mereka melakukan trading. Padahal seharusnya ketika beli saham apalagi kalau Gen Z itu juga bekerja sebagai karyawan jangan trading, tapi beli saja secara rutin berapapun harganya. Tapi sebelumnya harus kita pastikan dulu bahwa saham yang kita beli ini adalah saham perusahaan yang sangat bagus,” urainya.