Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah mengkritisi pernyataan politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan yang meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mencopot seorang kepala kejaksaan tinggi yang berbicara memakai bahasa Sunda saat rapat.
Politikus PKS ini menilai, pernyataan Arteria terlalu berlebihan, bahkan cenderung menyakitkan masyarakat suku Sunda.
"Meuni lebay kitu si Oom Arteria Dahlan teh. Serius kalo kata saya mah, eta teh lebay, berlebihan," kata Ledia dalam dialek Sunda, kepada wartawan, Kamis (20/10).
Ledia menjelaskan, kewajiban berbahasa Indonesia tercantum di dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Ini dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.
Ada 14 ranah yang mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia, di antaranya adalah di ranah komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta serta dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan sebagaimana tercantum dalam pasal 33 dan 34 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.
"Namun hal ini tentu tidak berarti penggunaan bahasa daerah yang hanya menjadi semacam penguat, penjelas, selipan, bukan penggunaan secara penuh sepanjang acara menjadi haram mutlak. Ibarat kata jatuhnya jadi makruh saja adanya tambahan-tambahan ungkapan bahasa daerah," ujar politikus asal Cihami, Bandung, Jawa Barat ini.
Bahkan, di dalam Pasal 42 jelas-jelas tercantum penghormatan, penghargaan dan perlindungan negara kepada bahasa daerah. Bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia .
"Jadi bahasa daerah dikembangkan, dilindungi sementara bahasa Indonesia wajib dipakai dalam rapat-rapat resmi, itu bukan sesuatu yang harus dipertentangkan. Kita tetap harus menyosialisasikan, membiasakan hingga kewajiban Undang-Undang ini menjadi sesuatu yang secara otomatis berlaku dalam kegiatan-kegiatan resmi sehari-hari," ujarnya.
Di sisi lain, Ledia mengaku pernah mengingatkan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang berulang kali menggunakan ungkapan-ungkapan berbahasa Inggris dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, akhir Januari 2020. Setelah diingatkan, mantan bos Gojek itu sudah mulai terbiasa dengan Bahasa Indonesia.
"Itu kan rapat resmi, maka saya ingatkan Mas Nadiem untuk berbahasa Indonesia sesuai aturan Undang-Undang. Mungkin karena beliau lama di luar negeri, ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris jadi berkali-kali tercetus," katanya.
Sementara itu, saat menjadi bulan-bulanan di media sosial dan banjir kritik dari berbagai pihak, Arteria justru meminta pihak-pihak tersebut melaporkannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Arteria menegaskan, DPR memiliki mekanisme untuk memproses aduan dari masyarakat menyangkut perilaku maupun pertanyaan anggota dewan.
"Tetapi izinkan saya juga menyatakan yang demikian, repot dong kalau anggota DPR tiba-tiba seperti ini (meminta maaf). Kita punya mekanisme, kita punya kanal-kanalnya," kata Arteria kepada wartawan, Rabu (19/1).
Arteria mengklaim, pernyataannya tersebut tidak bermaksud untuk menyudutkan suku Sunda. Kata dia, itu hanya kritik agar tidak ada pejabat di kejaksaan yang menggunakan kedekatan daerah untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi. Arteria mengatakan, pejabat kejaksaan harus diisi oleh orang-orang yang memiliki integritas.
"Bahwa mereka terpilih karena punya kompetensi, integritas, kapasitas, dan kapabilitas sebagai pemilik atau pemegang jabatan di kejaksaan," tegas Arteria.