Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) mengapresiasi kebijakan penggunaan KTP menggantikan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Salah satu alasannya, menghemat anggaran pengadaan kartu hingga nyaris Rp3 triliun.
"Kalau setiap 1 kartu Rp10.000 dikali 277 juta penduduk Indonesia sama dengan Rp2 triliun lebih hampir Rp3 triliun. Pemborosan untuk bikin kartu BPJS Kesehatan dari tahun 2011. Padahal, jumlah ini sangat dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan rakyat," ujar Pimpinan Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Roy Pangharapan, dalam keterangannya, Jumat (14/4).
Di sisi lain, Roy mendorong pemerintah mengevaluasi iuran BPJS Kesehatan karena dinilai membebani rakyat sejak 2011 atau ketika Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tidak lagi diberlakukan.
"Sudah bukan waktunya lagi BPJS Kesehatan menjual pelayanan kesehatan pada rakyat. Sudah saatnya negara mengambilalih kembali pembiayaan kesehatan rakyat seperti Jamkesmas," tuturnya.
Menurutnya, pemerintah mestinya meniru Jamkesmas. Kala itu, pemerintah daerah (pemda) mampu menanggung seluruh pembiayaan kesehatan sehingga tak membebani masyarakat setiap bulannya.
"Cukup pakai KTP, rakyat bisa berobat di setiap puskesmas dan rumah sakit pemerintah seluruh Indonesia. Pemerintah menanggung semua biaya dengan membayar semua puskesmas dan rumah sakitnya," ucapnya.
"Pasien bisa konsultasi dokter, berobat, semua tindakan medis, semuaperawatan, kontrol dokter untuk semua penyakit dengan tenang, enggak mikir biaya dan tunggakan iuran sampai sembuh," sambungnya.
Adapun kebijakan yang berlaku saat ini, menurut Roy, sistemnya tidak keruan. Disebutnya dengan banyak masyarakat sulit berobat lantaran tidak bayar iuran, BPJS tak membayar semua klaim fasilitas kesehatan (faskes), dan insentif tenaga kesehatan tidak layak.
"Makanya, dokter memilih bekerja di luar negeri, pasien yang berduit memilih berobat di luar negeri karena kualitas pelayanan kesehatan merosot drastis. Yang miskin enggak bisa berobat ke luar negeri tinggal nunggu mati saja," paparnya.
Roy lantas mempertanyakan uang yang masuk BPJS Kesehatan dari iuran masyarakat, perusahaan, hingga anggaran negara dan daerah. "Ke mana selama ini dana yang terkumpul tidak pernah diaudit?"