Sultan, king, dan juragan (2)
Tulisan ringan saya tentang crazy rich Indonesia berjudul “Sultan, King dan Juragan” (Minggu, 27/3/22) ternyata mendulang perhatian warganet melebihi perkiraan. Salah satu tanggapan datang dari Profesor Azyumardi Azra, CBE (Commander of the Order of British Empire), satu-satunya orang Indonesia penerima gelar bangsawan Inggris yang berhak menuliskan ‘Sir’ di depan namanya, bebas keluar masuk Inggris tanpa visa, dan berhak dimakamkan di Britania Raya jika menginginkan.
Beliau berkomentar di dua WAG. “Hebat ini Uda Akmal, narasi yang lancar menggigit. Banyak warga kita mudah percaya pada hal-hal yang too good to be true sehingga mudah jadi korban pump and dump. Bisa dibuat novel baru yang sekaligus disiapkan untuk seri Netflix seperti Inventing Anna. Tks Uda Akmal menghibur dengan kepahitan sebagian anak bangsa yang maunya jalan pintas menerabas.”
Kalangan media massa pun merespons positif. Ilham Bintang, pendiri Ceknricek dan Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia, meminta izin agar tulisan itu bisa ditampilkan di medianya. Permintaan datang juga dari Republika, Alinea, Jernih, Rakyat Merdeka (RMOL), dan Forum News Network (FNN). Saya tentu saja tak keberatan karena dengan ditampilkannya artikel “Sultan, King, dan Juragan” di kanal masing-masing akan membuat pesan semakin luas tersebar untuk meminimalisasi jatuhnya korban online trading opsi biner (binary option) lain yang masih beroperasi.
Maka untuk menghormati media-media di atas—karena awalnya saya menulis hanya untuk pembaca WAG--seluruh tautan media yang memuat “Sultan, King, dan Juragan” saya tampilkan di akhir tulisan ini agar bisa diakses bagi yang belum sempat membaca. Saya sarankan agar tautan itu dibaca lebih dulu. Namun bagi yang sudah membaca tulisan kemarin bisa langsung melanjutkan.
Drama “Crazy Rich Indonesia” yang intens selama dua tahun belakangan akhirnya memasuki endgame dengan diringkusnya “Sultan Medan” dan “Raja Bandung”. Keduanya mengakui mendulang cuan dari trading siluman sebagai bungkus judi online. Kentalnya aroma judi terlihat dari penggiringan anggota untuk melakukan transaksi pada satu menit yang dramatis. Ini periode pump and dump karena harga dipompa setinggi mungkin pada awal open posisi sebelum dibuat ambrol dalam beberapa kedipan mata yang menjengkelkan.
Selain itu terjadi pula manipulasi market melalui laporan profit palsu, sistem sering hang atau ‘mendadak’ error ketika diakses anggota, dana investasi yang lenyap meski anggota tidak mengikuti trading, tampilan layar yang bisa berbeda dalam menampilkan aktivitas trading, dan lain-lain anomali. Awalnya anggota mengira hal-hal itu terjadi karena mereka belum piawai meski mereka mengalaminya dalam kegiatan ‘trabar’ (trading bareng) dengan bimbingan mentor dan berlangsung dua kali dalam sepekan. Biasanya, para anggota disarankan untuk mendongkrak investasi sampai minimal Rp50 juta supaya ada pada ‘tahap aman’.
Begitu hebatnya sugesti yang diinjeksi ke benak anggota--terutama anggota baru yang memulai dengan modal kecil--mereka akhirnya setuju menambah investasi karena takut kehilangan peluang emas atau FOMO (Fear of Missing Out) atau agar terhindar dari FUD ( Fear, Uncertainty and Doubt) yang bisa menyebabkan rugi. Dari tahap inilah biasanya anggota melakukan tindakan nekad berikutnya: bongkar tabungan, pinjam dana pihak ketiga, jual rumah, kendaraan dan aset lain yang mereka miliki tanpa pikir panjang, semata agar punya tambahan modal untuk lanjutkan investasi akibat sudah dikuasai mimpi bakal memetik profit besar di ujung jari. Just one click away.
Ketika mereka tetap tak kunjung menang bahkan semakin dalam terjeblos sumur kerugian, modal puluhan-ratusan juta, bahkan miliaran rupiah akhirnya raib. Ludes. Akibatnya tragis. “Ada yang bunuh diri, bercerai dengan istri, depresi berat sehingga dirawat di RSJ, atau terlunta-lunta tak punya tempat tinggal karena rumah sudah dijual,” ungkap seorang koordinator korban binary option dari satu grup Telegram dengan tiga ribu anggota kepada artis dan YouTuber Uya Kuya (lihat: “Jadi Affiliator, Artis Besar Ini Akan Ditangkap?”, Uya Kuya TV).
Mengapa para korban senaif kerbau dicucuk hidung? Tak lain karena mereka sudah terhipnotis kekuatan flexing berjilid-jilid yang dilakukan para ‘sultan’ sehingga terkondisi teler nalar hingga pengar. Seperti saya ulas sebelumnya, flexing adalah teknik persuasi terselubung (covert persuation technique) yang powerful. Ini bentuk gendam medsos yang lebih canggih dari cara kerja dukun jadul bermodal air tujuh sumur dan kembang tujuh rupa. Gendam medsos jauh lebih mengerikan karena dibungkus tampilan bling-bling dan super mencling.
Dampaknya luar biasa sadis. Melalui konten flexing, jutaan follower tersihir kehebatan finansial para ‘sultan’ yang duduk tersenyum di tumpukan uang seratus dolar, menghadiahkan arloji miliaran rupiah bagi pacar, membeli mobil sport mewah yang ‘murah banget’ tak perlu ditawar, bagi-bagi uang kepada kerumunan di jalan dan di pasar, atau posting konten dengan narasi hambar. “Baru dapat untung Rp15 juta. Lima bulan UMR hanya dalam 10 menit. Wkwkwk.” Sama sekali tidak lucu malah menyindir sangar.
Mereka praktikkan esensi prinsip ke-34 dari 48 Hukum Kekuasaan (The 48 Laws of Power), “Tampilkan diri bak raja jika ingin diperlakukan demikian ( Act like a king to be treated like one)” dengan sangat meyakinkan sehingga terkesan mukjizat finansial betul-betul terjadi pada diri mantan buruh dan pengamen yang kini melejit di orbit ‘crazy rich’.
‘Sultan Medan’ dan ‘Raja Bandung’ bahkan tak sungkan menjalankan prinsip lain dari Laws of Power, salah satunya hukum ke-8 yang kontroversial, yaitu “Buatlah orang lain mendatangi Anda, gunakan umpan jika perlu (make other people come to you, use bait if necessary)”. Caranya? Eksploitasi sisi rapuh emosional publik dengan kalimat toksik seperti, “Gue enggak mau kaya sendirian. Enaknya barengan biar asik.” Nah, siapa yang nggak meleleh hatinya mendengar perhatian ‘sultan’ yang sangat empatetik?
Tak jarang mereka pun gunakan kalimat ala pedakwah, “Gue sangat percaya adanya The Power of Sedekah. Semakin kita memberi, rezeki semakin datang.” (Ucapan ‘Sultan Medan’ di kanal YouTube Prestige Productions, “Behind the Wheels: S1E16”).
S-E-D-E-K-A-H. Ini modus operandi berikutnya yang dipertontonkan secara telanjang di berbagai konten flexing. Berbeda dengan sedekah mereka yang paham ajaran agama dengan cara ‘ketika tangan kanan memberi, tangan kiri tidak tahu’, sedekah para ‘sultan, king, dan juragan’ justru dikelilingi kamera multi-angle yang merekam wajah-wajah bahagia kaum duafa untuk diolah sebagai ... konten!
Makna sedekah juga ditafsirkan semau-mau keinginan. Misalnya pernyataan kontroversial ‘Sultan Medan’ berikut ini. “Kalau karena saya sombong Tuhan menghukum saya dengan membuat miskin, gampang kok. Saya tinggal sedekah, banyak bantu orang, sehingga saya jadi kaya lagi. Kalau saya sombong lagi dan Tuhan kembali menghukum dengan bikin miskin, saya banyak sedekah lagi sampai saya kaya lagi. Akhirnya Tuhan bingung bagaimana caranya bikin saya miskin,” katanya terkekeh-kekeh.
Di dalam dunia kripto ada istilah koin micin (shitcoin) untuk menyebut koin bernilai sangat rendah yang tidak sebanding dengan nilai Bitcoin atau dengan altcoin, mata uang alternatif selain Bitcoin. Meminjam perbandingan itu, maka kalimat “Tuhan bingung bagaimana caranya bikin saya miskin” membuktikan ‘Sultan Medan’ adalah seorang pemuda mentah dengan pikiran micin (shitmind).
Namun tak butuh waktu lama bagi Tuhan-melalui doa para korban trading yang diperas sampai ampas—untuk menggelincirkan ‘Sultan Medan’ ke balik sel yang panas. Sedang terhadap Qarun--Korah dalam Alkitab, manusia terkaya di dunia pada masa hidupnya yang sezaman dengan Musa—saja Tuhan tak pernah bingung menjatuhkan hukuman, apalagi terhadap seorang pembual muda yang linglung.