close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
dok. pribadi Rudi S Kamri
icon caption
dok. pribadi Rudi S Kamri
Kolom
Rabu, 23 Oktober 2019 11:23

Cocokkah Prabowo jadi menteri di bidang pertahanan?

Masuknya Prabowo ke dalam koalisi pendukung Jokowi pasti atas masukan dan dorongan dari pimpinan tertinggi PDIP.
swipe

"Saya diminta Bapak Presiden membantu beliau di bidang pertahanan," kata Prabowo Subianto di depan media usai diterima Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10).

Deg jantung saya. Saya tidak tahu drama model apa yang sedang dimainkan Presiden Jokowi. Secara jujur saya tidak setuju dengan gaya audisi menteri ala infotainment ini. Pasti akan ada "korban". Benar saja, belum dua jam tulisan saya tentang hal itu diposting, Christiany Eugenia Tetty Paruntu, Bupati Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, yang cantik jelita itu sudah jadi "korban".

Meskipun orang Istana mengatakan itu bukan kesalahan Presiden Jokowi, tetapi tetap saja hasilnya ada orang yang dipermalukan.

Kekagetan saya bertambah klimaks saat sore hari melihat Prabowo bersedia menurunkan derajatnya sebagai mantan calon presiden (capres), terjun bebas mau menjadi menteri di bidang pertahanan. 

Kepada seorang teman saya berujar, "Percuma negara menghabiskan dana Rp25,59 triliun untuk Pemilu 2019 kalau hasil akhirnya hanya sekadar bagi-bagi kekuasaan. Suara rakyat dibuang percuma untuk sebuah tontonan sinetron politik yang tidak mendidik."

Saya protes keras. Tetapi protes saya hanya bergaung di ruang hampa.

Sekali lagi saya hanya rakyat biasa yang tidak punya akses untuk mengambil keputusan negara. Konsekuensi dari sebuah proses demokrasi, ya seperti ini. Saat sudah terpilih, seorang presiden bisa mengambil keputusan apa pun berdasarkan pertimbangan hak prerogatifnya. Rakyat seperti saya hanya bisa "ndlongop" alias melongo saja.

Saya menduga keras, masuknya Prabowo ke dalam koalisi pendukung Jokowi pasti atas masukan dan dorongan dari pimpinan tertinggi PDIP. Saya menduga keras hal ini ada kaitannya dengan agenda Pilpres 2024 dalam rangka menggalang koalisi PDIP-Partai Gerindra untuk menghadang laju Partai Nasdem yang ada indikasi berjalan seenaknya sendiri.

Dalam jangka pendek, kehadiran Prabowo dalam kabinet Jokowi bisa juga digunakan sebagai instrumen untuk mengendalikan Presiden Jokowi saat menjalankan roda pemerintahannya. Mungkin si ibu besar melihat ada indikasi kuat pada periode kedua ini Presiden Jokowi dalam menjalankan kebijakan strategisnya akan berusaha lepas dari cengkeraman partai-partai koalisi. Apakah dugaan saya benar? Time will tell us.

Prabowo Menhan

Jabatan Menhan sebetulnya bisa saja dijabat oleh siapa pun, baik pensiunan TNI, Polri atau sipil, asalkan mempunyai kemampuan yang mumpuni di bidang itu. Menurut analis militer dan pertahanan Connie Rahakundini, sistem pertahanan modern saat ini tergantung pada bidang teknologi dan sistem informasi. Tidak seperti era tahun 1990-an di mana strategi pertahanan negara hanya mengandalkan persenjataan berat, di era modern ini peranan Information Technology (IT) atau teknologi informasi dan "proxy warfare defense strategy" memegang peranan penting. 

Dengan mengacu pada hal tersebut, menurut saya kapasitas personal seorang Prabowo jauh dari harapan ideal seorang Menhan. Kalau kita melihat paparan Prabowo saat debat Capres 2019 lalu, juga terlihat dengan sangat jelas pengetahuan Prabowo terhadap perkembangan dan kemajuan  IT dalam dunia militer sangat lemah dan ketinggalan. Prabowo saat itu terlihat seperti dinosaurus atau jenderal tua dan kuno yang tidak lagi mampu mengikuti perkembangan zaman. 

Dengan kapasitas seperti itu, menurut saya sangat tidak pas kalau Prabowo duduk sebagai seorang menteri di bidang pertahanan di era milenial ini. Kapasitas Prabowo mungkin lebih cocok menjadi Menhan di era Orde Baru atau menjadi kesatria berkuda yang berkeliling kota dengan keris terselip di pinggangnya. 

Ada persoalan kecil yang harus dihadapi Presiden Jokowi saat mengevaluasi kinerja para menterinya. Apabila kelak Prabowo dianggap tidak becus bekerja, beranikah Presiden Jokowi mencopot atau memberhentikan Prabowo? Apakah Presiden sudah memperhitungkan risiko politik yang akan muncul apabila hal itu terjadi?

Lalu jabatan apa yang pantas untuk Prabowo di pemerintahan Presiden Jokowi saat ini?

Sejujurnya menurut saya paling pantas bagi Prabowo adalah tetap duduk manis di Istana Hambalang dengan jabatan ganda sebagai Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Kalau pun harus dipaksakan masuk koalisi pemerintah, maksimum adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Tidak lebih.

Tetapi itu menurut saya, pendapat Presiden Jokowi mungkin berbeda. Tidak masalah kan, saya berbeda pendapat dengan Presiden?

Entah mengapa saat mengakhiri tulisan ini, saya bergumam lirih, "Negeri ini mau dibawa ke mana kalau seekor serigala dipaksakan didandani menjadi seekor domba. Bukan menjadi penjaga yang baik dan loyal, yang mungkin terjadi justru bisa menggigit tengkuk tuannya."

img
Rudi S Kamri
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan