close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
M Chairul Imran
icon caption
M Chairul Imran
Kolom
Rabu, 01 Juli 2020 17:49

BUMN strategis bangkrut? Why not

Pemerintah berhutang ke beberapa BUMN strategis.
swipe

Hutang luar negeri pemerintah saat ini sangat besar, sudah lebih dari Rp5000 triliun. Tidak hanya itu, pemerintah juga berhutang ke beberapa BUMN strategis, seperti Pertamina senilai Rp96,5 triliun, PLN Rp48 triliun dan PT Pupuk Indonesia Rp17 triliun. Jika ditotal, keseluruhan total hutang pemerintah ke BUMN sebesar Rp161,5 triliun. Nilai hutang yang besar tersebut, tentunya sangat memengaruhi keberlangsungan usaha BUMN tersebut. 

Hutang tersebut dalam bentuk subsidi pemerintah, yaitu subsidi energi dan subsidi pertanian yang belum dibayarkan. Kendati di atas kertas sudah dianggarkan di dalam APBN, tetapi hal ini membuktikan pemerintah sedang tidak memiliki kemampuan finansial dalam memberikan subsidi kepada rakyat. 

Selain itu, kondisi tersebut berpotensi membuat BUMN tersebut tidak sehat dan mengalami kesulitan likuiditas. Bila hutang tersebut tidak segera dilunasi, dapat menyebabkan sejumlah BUMN strategis rugi yang berkepanjangan dan berpotensi kolaps alias bangkrut.

Hutang pemerintah kepada BUMN yang besar, diduga menjadi penyebab tidak turunnya harga BBM yang seharusnya mengikuti harga minyak mentah dunia yang sudah turun di bawah US$30 per barel. Selain itu, kita juga masih merasakan tarif dasar listrik dan harga pupuk yang tergolong mahal. Akibatnya harga barang dan jasa, serta harga sejumlah produk pertanian menjadi mahal. Situasi tersebut sekaligus menandakan bahwa program pembangunan pemerintah dan pengelolaan APBN tidak dikelola dengan baik. 

Tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum wabah Covid-19 yang stagnan di angka 5%. Perekonomian Indonesia yang ditopang hutang luar negeri, ternyata tak mampu memberikan multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi. Hutang dalam negeri pemerintah berupa subsidi kepada BUMN tersebut pun bertambah besar pula dari tahun ke tahun. Ibarat pepatah yang mengatakan, nafsu besar tetapi tenaga kurang. Itulah julukan yang pas kepada pemerintahan untuk saat ini.

Kondisi perekonomian Indonesia bertambah parah saat terjadi pandemi Covid-19. Bahkan Menteri Keuangan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi negatif hingga minus 3,1%. Defisit APBN tahun ini juga berpotensi menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, yakni diprediksi Rp1.028 triliun atau melebar ke angka 6,7% dari PDB.

Terlebih konsentrasi anggaran belanja pemerintah saat ini, ditujukan untuk mengatasi wabah Covid-19. Dalam hal ini, pemerintah menganggarkan dana senilai Rp677,2 trliun, untuk mengatasi wabah Covid-19 tersebut.

Itulah sebabnya hutang pemerintah kepada BUMN yang menggunung tersebut, mengkhawatirkan kita semua. Tidak dapat dibayangkan bila BUMN strategis tersebut benar-benar bangkrut, dan tidak mampu lagi memberikan pelayanan kepada masyarakat. 

Berdasarkan kenyataan tersebut, sudah saatnya bagi pemerintah berpikir keras untuk mencari cara agar dapat melunasi hutangnya kepada BUMN. Pemerintah tidak boleh seperti gamang dan tidak tahu sampai kapan akan melunasinya. Apalagi hutang tersebut telah tertunggak hingga beberapa tahun.

Mungkin bisa belajar dari pemerintahan sebelumnya. Di mana anggaran subsidi tersebut selalu di anggarkan dalam APBN. Semua hutang subsidi tetap diupayakan dibayar ke BUMN pada tahun anggaran berjalan. Sehingga pemerintah tidak memiliki hutang ke BUMN. 

Dengan demikian BUMN tetap sehat dan likuiditasnya tetap terjaga. Sekaligus mencerminkan kemampuan finansial pemerintah yang baik dalam memberikan subsidi kepada rakyat, sesuai dengan yang tercantum dalam APBN. Artinya implementasi program subsidi berjalan sesuai dengan perencanaan pemerintah.

img
M Chairul Imran
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan