Pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto akan mengalami kesulitan karena kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sedang "tidak baik-baik saja" hingga pertengahan 2024. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang akan berakhir pada Oktober 2024, menyisakan kondisi kas negara yang mengkhawatirkan.
Belanja negara hingga semester I-2024 membengkak menyebabkan estimasi defisit anggaran hingga akhir tahun meleset. Sebelumnya, target defisit APBN 2024 dipatok Rp522,8 triliun atau 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) defisit APBN tahun ini akan mencapai Rp609,7 triliun atau 2,70%. Demi menambal defisit, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengajukan agar bisa menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL).
Tantangan lain, ruang fiskal Prabowo-Gibran dihadapkan pada warisan utang Jokowi. Utang pemerintahan Jokowi yang begitu besar senilai Rp800,3 triliun akan jatuh tempo pada 2025. Nilai itu hampir dua kali lipat dari tahun ini. Utang jatuh tempo pemerintah dengan nilai serupa juga akan berlangsung pada 2026, 2027, serta 2028 sebesar Rp719,8 triliun, dan 2029 sebesar Rp 622,3 triliun.
IKN atau program makan siang bergizi?
Terimpitnya ruang fiskal Prabowo menyebabkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah lebih selektif menyusun rencana belanja di APBN 2025.
Prabowo-Gibran dihadapkan pada dua program yang menyerap biaya besar. Yakni melanjutkan proyek Ibu Kota Baru (IKN) atau memenuhi janji politik program makan bergizi gratis yang telah direncanakan masuk dalam APBN 2025 sebesar Rp71 triliun.
Peneliti di Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Merdian menilai prioritas belanja program pemerintahan Prabowo dan Jokowi berbeda. Dia menduga, Prabowo akan mengutamakan program makan bergizi gratis.
Kubu Prabowo juga sebelumnya menyatakan proyek IKN adalah jangka panjang dan tidak bisa selesai dalam lima tahun, bahkan dimungkinkan sampai 20 tahun. Konsekuensinya, anggaran untuk IKN tidak akan semudah itu cair seperti pemerintahan Jokowi.
Proyek IKN diprediksi menelan anggaran Rp466 triliun, sedangkan yang dapat diakomodir negara hanya sekitar 20% saja. Sisanya dari skema kerja sama dengan investor. Tapi, sampai saat ini belum ada inevstor yang masuk.
“Padahal dulu awal-awal untuk meyakinkan semuanya disampaikan tuh sudah ada beberapa investor asing yang ingin menanamkan investasinya di IKN. Nyatanya tidak ada sama sekali. Padahal pemerintah sudah mengobral HGU (Hak Guna Usaha) hingga melebihi HGU zamannya VOC, meski sudah diobral pun tetap saja tidak menarik minat investor asing,” ungkapnya kepada Alinea.id, Jumat (12/7).
Belanja
Sementara itu, beban belanja program makan bergizi gratis juga tak sedikit. Menurut Eliza, pemerintah mesti hati-hati dalam memangkas anggaran lain guna mengalokasikannya ke program yang dulu disebut makan siang gratis ini.
“Solusinya adalah menyisir program-program serupa yang dapat dikonvergensikan dengan makan siang bergizi,” ucapnya.
Misalnya, lanjut Eliza, program peningkatan gizi anak dari Kementerian Kesehatan, sebab makan bergizi gratis memiliki sasaran yang sama, yakni anak sekolah dan balita. Anggaran lain yang dapat dikonvergensikan adalah paket sembako.
"Bila setiap kementerian dipukul rata turun anggarannya dengan 10% hingga 20% ini akan tidak adil dan berpotensi menghambat target-target indikator Indonesia Emas nantinya. Ketika semua program berhasil dikonvergensikan dengan baik, maka APBN masih memadai," katanya.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai, di tengah perlambatan ekonomi, pemerintah harus mengambil kebijakan counter cyclical. Tujuannya, mendorong agar perekonomian kembali bangkit.
Pemerintah bisa melakukannnya dengan meningkatkan stimulus fiskal. Bahkan, program IKN dan makan siang bisa menjadi pendorong ekonomi tersebut. Efisiensi serta efektivitas APBN juga harus dimaksimalkan.
Di sisi lain, dia meyakini pemerintahan Prabowo-Gibran tak akan menaikkan pajak guna memenuhi kebutuhan anggaran. Menaikkan pajak di tengah pelemahan ekonomi disebutnya sebagai "bunuh diri".
"Jadi program IKN atau makan siang gratis bukan alasan untuk menaikkan pajak. Tim-nya Prabowo bukan orang kemarin sore yang tidak paham ini,” ujarnya kepada Alinea.id, Jumat (12/7).
Piter menyampaikan, faktor penjegal yang harus diantisipasi adalah kesalahan memilih menteri. Dibutuhkan para pembantu presiden yang memiliki kebijakan-kebijakan terobosan.
Pemerintah disebutnya tidak bisa berharap sesuatu yang baru dengan cara-cara lama. Perlu diingat, kata Piter, APBN hanya alat dan bisa merugikan bila keliru menggunakannya.
“APBN kan hanya tools. Pada akhirnya yang menentukan adalah the man behind the gun,” jelasnya.