Pemerintah menugaskan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) untuk menyelesaikan proses pengalihan polis nasabah eks PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Tahap restrukturisasi sudah tahap akhir, tetapi masih dibutuhkan waktu dari para pemegang polis.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun diminta proaktif dalam mengawasi proses restrukturisasi polis asuransi itu mengingat gugatan kasus Jiwasraya akan terus berlanjut. Jika ada pengalihan, maka harus ada hak-hak nasabah yang harus dihormati.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menyetujui pengalihan polis nasabah eks Jiwasraya tersebut. Namun, silang sikap tentang restrukturisasi mengingat proses gugatan terus berlanjut hingga kini.
"Bahkan hari ini [Kamis, 23/12], sudah ada 17 nasabah yang menggugat ke, 29 nasabah ke perusahaan, termasuk Jiwasraya. Setuju restrukturisasi ada di Jiwasraya, tapi Jiwasraya akan dituntut. Itu sudah ilegal bukan fraud," ucapnya kepada Alinea.id, beberapa saat lalu.
"Membentuk perusahaan ada mekanisme litigasi, tidak ada mekanisme mengembalikan atas izin begitu saja. Bagaimanapun, yang tidak setuju restrukturisasi tetap harus dihormati hak-haknya," sambungnya.
Irfan menambahkan, ada upaya agar kasus ini tidak terulang seperti Jiwasraya dan PT ASABRI (Persero). Oleh karena itu, OJK harus meningkatkan pengawasannya.
"OJK punya peraturan konsumen yang cukup banyak, tetapi kelemahan utama pada pengawasan begitupun pada perlindungan konsumen. Dua hal itu menjadi perhatian saat ini. Kan, OJK punya bidang/divisi itu dalam pengaturan pengawasan konsumen dan perlindungan konsumen," tuturnya.
OJK, menurutnya, harus meninjau kembali terkait aturan asuransi-asuransi polis, terutama dalam pengawasan dan keamanan konsumen serta melakukan perbaikan. Adapun pemerintah tidak melanggar ketentuan berlaku.
"Yang dilakukan pemerintah dalam restrukturisasi Jiwasraya itu melanggar hukum dan sangat nyata karena tidak menghormati pemegang polis itu," tegasnya.
Irfan menambahkan, Jiwasraya mengalihkan asuransi ke IFG Life serta memberikan syarat dan ketentuan bagi pemegang polis yang ingin mengambil hak-haknya. Baginya, pemerintah semestinya juga harus memastikan semua nasabah dapat mendapatkan haknya dan tidak memakai pendekatan hukum publik.
"Misalnya kewenangan pemerintah menekan atau pembatalan sepihak, tidak bisa karena perjanjian polis itu perjanjian perdata yang hanya bisa dibatalkan oleh kedua belah pihak bahkan oleh pengadilan," paparnya.
"Karena itu merupakan UU Perjanjian, maka pemerintah dalam hal ini menundukkan dirinya pada UU Korporasi dan UU/PP karena aksi korporasi tidak bisa menggunakan ranah hukum publik dalam artian sebagai pemerintah menekan memberikan polis," imbuh dia.
Menurutnya, nasabah akan tetap mendapatkan haknya sekalipun sedang dalam tahap restrukturisasi. "Karena restrukturisasi itu adanya restrukturisasi perusahaan bukan restrukturisasi polis."
Irfan menilai, terdapat persoalan lain dalam proses restrukturisasi ini. Pertama, nama perusahaan IFG Life yang dinilai tidak menggunakan identitas dalam bahasa Indonesia.
"Kedua, ini identitas baru, tapi diidentifikasi isinya masih sama. Jadi, klisenya saja, ganti baju saja; dalamnya masih sama dari culture. Khawatir hanya untuk menghindari utang, ya, ganti nama," tutup Irfan.