close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
icon caption
Peristiwa - Hukum
Senin, 22 Juli 2024 09:20

IYCTC dorong larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah

Sebanyak 76,6% dari perokok anak usia 13-15 tahun di Indonesia membeli rokoknya dari ritel dan warung.
swipe

Belakangan ramai di media sosial perbincangan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Banyak pro dan kontra yang disampaikan oleh warganet mengenai isi dari RPP Kesehatan tersebut.

Salah satu substansi yang diperdebatkan adalah tentang pengendalian zat adiktif berupa produk tembakau atau yang dikenal oleh masyarakat sebagai rokok dan rokok elektronik.

Pemerintah berniat melarang penjualan rokok dengan sistem zonasi dan mengatur lebih
lanjut iklan produk tembakau tersebut. Dalam rancangan peraturan tersebut, jika nanti disahkan pedagang dalam radius 200 meter dari sekolah dan fasilitas pendidikan lainnya dilarang menjual rokok karena dapat memudahkan akses anak-anak untuk membeli rokok.

Selain itu, RPP juga memuat larangan iklan luar ruang produk tembakau dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan.

Untuk diketahui, pemerintah mempunyai tenggat waktu untuk segera mengesahkan RPP ini paling lambat satu tahun sesuai amanat UU Nomor 17/2023, yang jatuh pada 8 Agustus 2024.

Warganet menilai, pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari fasilitas pendidikan akan berakibat negatif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan pendapatan warung sektor usaha informal. Pelarangan iklan rokok luar ruang pada billboard dan sejenisnya pun dianggap akan merugikan bagi industri periklanan dan kreatif.

Padahal, data Survei Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa 56.9% perokok saat ini mulai merokok pada usia 15-19 tahun, dan 18,4% mulai merokok di usia 10-14 tahun. Prevalensi perokok usia 10-18 tahun saat ini pun masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya di angka 7.4%.

“Kebijakan pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari fasilitas pendidikan adalah keputusan yang tepat bahkan mungkin perlu didorong lebih progresif lagi,” tanggap Manik Marganamahendra, Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC).

Hal ini dikarenakan belum adanya regulasi yang tegas dalam mencegah anak-anak membeli rokok di warung-warung informal. Padahal rokok merupakan barang dengan zat adiktif yang seharusnya secara ketat dikendalikan, sama halnya seperti alkohol.

Manik juga menambahkan pada 2019, sebanyak 76,6% dari perokok anak usia 13-15 tahun di Indonesia membeli rokoknya dari ritel dan warung.

“Sementara itu, ada sebanyak 60,6% perokok yang tidak dicegah membeli rokok atas dasar
usianya. Fenomena ini adalah kegagalan sistemik negara dengan tidak memberikan perlindungan konsumen pada anak-anak yang seharusnya tidak dapat mengakses rokok dengan mudah," jelas Manik.

Tanpa adanya regulasi yang tegas dan jelas terukur, maka bukan mustahil jumlah perokok anak di Indonesia justru terus meningkat.

“Kami meyakini bahwa kebijakan zonasi pelarangan penjualan rokok dan larangan beriklan merupakan hal yang solutif untuk mencegah semakin besarnya jumlah perokok anak di Indonesia. Menghambat kebijakan ini artinya menggadaikan masa depan dan potensi anak bangsa kepada industri rokok,” ungkap Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC.

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa iklan rokok terbukti berpengaruh dan membuat
anak-anak menjadi perokok.

“Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tobacco Control Support Centre-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), iklan rokok di televisi, acara
musik, dan distribusi sampel rokok gratis adalah bentuk iklan, promosi, dan sponsor yang paling terkait dengan kebiasaan merokok pada anak-anak di bawah usia 18 tahun,” ujar Ni Made.

Pada 2015, Yayasan Lentera Anak merilis laporan hasil pemantauan di 360 sekolah di lima kota (Jakarta, Bandung, Makassar, Mataram, dan Padang,) bahwa ditemukan ada iklan rokok luar ruang di sekitar 1 dari setiap 3 sekolah yang diamati. Iklan rokok di tempat penjualan ditemukan di sekitar 85% sekolah yang diamat. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa industri rokok secara intensif melakukan iklan dan promosi di area sekitar sekolah, tempat anak-anak dan remaja beraktivitas setiap hari.

“Data terbaru, menurut penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) 2021 menunjukkan, densitas warung dan hubungannya dengan akses anak Sekolah Dasar (SD) terhadap rokok. Hasilnya menunjukkan ada 15 warung dalam radius 1 km di DKI Jakarta, dan setidaknya 1 warung yang dapat menjual rokok secara batangan kepada anak dalam radius 100 meter dari sekolah. Sehingga urgensi pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah menjadi valid,” tambah Daniel Beltsazar, Research and Project Officer IYCTC.

Daniel menjelaskan, sebelum adanya RPP ini, beberapa pemerintah daerah sudah lebih dulu
melarang iklan rokok di daerahnya.

“Salah satunya kota Bogor, data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah justru menunjukkan setelah melarang iklan rokok, pendapatan asli daerahnya (PAD) meningkat dari Rp115 miliar di 2009 saat iklan rokok pertama kali dilarang, di 2016 menjadi Rp600-an miliar. Hal itu kemudian diikuti oleh Kota Depok yang PAD- nya hampir Rp9 miliar saat ada iklan rokok di 2014, begitu dilarang, PAD di 2018 malah jadi 12 miliar. Hal ini kemudian diikuti oleh kota-kabupaten lain di Indonesia karena pendapatan daerah mereka meningkat,” ungkap Daniel.

IYCTC menilai bahwa seharusnya yang dikhawatirkan adalah masa depan anak-anak yang
harus tergadaikan pada kepentingan profit industri besar seperti industri rokok. Indonesia hanya memiliki waktu kurang dari 15 tahun untuk mencapai hasil maksimal dari bonus demografi mendatang, save our surroundings, dan menyambut Indonesia Emas tanpa ragu dan takut dibayang-bayangi oleh dampak konsumsi rokok.

“Kami mengajak publik untuk menandatangani petisi untuk mendesak Presiden Joko Widodo segera mengesahkan RPP Kesehatan melalui https://s.id/SahkanRPPKesehatan, utamanya untuk melindungi anak-anak kini dan nanti,” tutup Manik.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan