close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Iwan Nurdin
icon caption
Iwan Nurdin
Kolom
Rabu, 02 Oktober 2019 14:24

Perlunya merombak kelembagaan parlemen untuk reforma agraria

Pembagian komisi di DPR dan rekan kerjanya merupakan peninggalan era Orde Baru.
swipe

Meskipun pelaksanaan reforma agraria disebut sebagai program prioritas, tetapi sebenarnya Presiden Jokowi tidak mendapatkan dukungan yang besar dari parlemen. Buktinya pada periode 2014-2019, DPR, DPD, dan MPR tampak tidak banyak menjadikan agenda ini sebagai ajang monitoring, baik itu mengkritik ataupun memberikan dukungan terhadap kinerja pemerintah. 

Bahkan, dalam legislasi, parlemen justru mengerjakan hal bertolak belakang, seperti membahas RUU Pertanahan, dan merevisi UU SDA. Ironisnya, para menteri juga tidak menjadikan reforma agraria sebagai prioritas kerja. 

Ada sejumlah penyebab yang membuat DPR lemah dalam mendeteksi perkembangan reforma agraria. Salah satunya disebabkan kelembagaan parlemen itu sendiri. Khususnya pembagian komisi di DPR. Di mana Kementerian ATR/BPN berada dalam radar monitor Komisi II. Kementerian LHK, Kementerian Kelautan dan Perikanan berada di Komisi IV. Selanjutnya, Kementerian Desa PDTT berada pada Komisi V.

Tersebarnya pintu pengawasan DPR, ternyata bersanding dengan lemahnya komitmen pimpinan DPR kepada agenda ini, sehingga lembaga ini terlambat mengawasi melalui Rapat Lintas Komisi dan Lintas K/L. 

Pembagian komisi di DPR dan rekan kerjanya merupakan peninggalan era Orde Baru. Komisi II misalnya, menempatkan agraria hingga lembaga seperti KPU, karena pada masa lalu, lembaga ini berada di bawah Departemen Dalam Negeri. Begitu juga Komisi IV yang awalnya bermitra dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga Kehutanan. Ini karena awalnya merupakan Direktorat Jenderal pada Kementan, dan hingga kini terus melanjutkan tradisi bermitra dengan komisi ini.

Hal lain yang menjadi penyebab DPR lemah dalam mendeteksi perkembangan reforma agraria, adalah kebijakan partai politik sebagai induk anggota parlemen yang luput menempatkan agenda ini sebagai politik parlemen. 

Meskipun di atas kertas parpol selalu menyatakan reforma agraria adalah agenda penting dan mendesak, tetapi nyatanya sedikit sekali upaya partai politik dalam memperbaiki pengetahuan politik dan hukum agraria kepada kader-kadernya di parlemen. Padahal, literasi agraria adalah kunci penting yang membuka jalan agenda ini terus hidup di parlemen.  

Pembaruan kelembagaan parlemen

Mengingat parlemen hasil hasil Pileg 2019 telah dilantik, maka penting untuk melakukan pembaruan kelembagaan pada alat kelengkapan (institutional building) DPR, dan penguatan literasi agraria dan sumber daya alam kepada anggota parlemen ke depan, agar lebih seiring dengan pelaksanaan reforma agraria yang sejati (genuine agrarian reform).

Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah, menyadari masih terdapat sejumlah paradoks politik kebijakan agraria nasional pada periode 2014-2019, seperti adanya keinginan politik (political will) pemerintah yang bertujuan mengerem laju eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan melalui sejumlah moratorium izin usaha SDA. Kedua, terdapat kebijakan agraria yang bertujuan mengurangi kesenjangan struktur, khususnya kepemilikan dan akses kelola agraria di wilayah pedesaan melalui Perpres Reforma Agraria. Ketiga, terdapat sejumlah kebijakan dengan implementasi yang cepat, yaitu liberalisasi agraria dan sumber daya alam nasional melalui RUU Pertanahan, RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) dan revisi UU SDA.

Selain kesadaran adanya posisi yang beraneka warna tersebut, parlemen yang baru saja dilantik ini, sebaiknya menyadari presiden telah kembali menyodorkan agenda reforma agraria. Oleh karena itu, publik membutuhkan warna keberpihakan kepada rakyat dan kecepatan yang lebih kuat. 

Mengingat kelembagaan DPR yang lalu, ada baiknya melakukan perombakan kelembagaan pada Komisi di DPR khususnya terkait reforma agraria dan pembangunan pedesaan yang terbagi ke dalam Komisi II, IV dan V. 

Usul saya, Kementerian Pertanian, Kementerian LHK, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ATR/BPN-RI, Badan Informasi Geo Spasial, berada dalam sebuah komisi di DPR. Sementara, melihat korelasinya yang sangat kuat dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT wajib berada pada komisi yang sama.

Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa komisi-komisi ini begitu terkait. Sehingga, rapat antar komisi dan K/L ke depan, sangat diperlukan untuk menjembatani ketimpangan pemahaman antar komisi dalam memonitor kinerja dan keberhasilan reforma agraria.

img
Iwan Nurdin
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan